Sabtu, Maret 15, 2025
No menu items!
spot_img
BerandaTelekomunikasi & AIAnalisis Naratif Algoritma Tiktok dari Perspektif Filsafat Teknologi

Analisis Naratif Algoritma Tiktok dari Perspektif Filsafat Teknologi

Kehadiran internet telah membuat manusia berpikir ulang tentang cara berkomunikasi, cara belajar, serta memahami konsep “how to un-learn” dengan baik, dan mungkin tanpa sadar. Komunikasi bukan sekedar saling bicara tatap muka, dalam jarak dekat. Namun lebih pada konsep penyebaran informasi, agar makin banyak orang tahu dan paham. Bukan hanya dapat menjangkau antar rumah, namun sudah masuk ke seluruh pelosok bumi. Tak terkendali.

Secara epistomologi, jejaring internet dapat dimaknai bagaimana dari satu titik ke titik lain saling bertukar data. Kita bisa membagi konsep internet ini menjadi tiga bagian penting, dalam piramida pemikiran, yaitu bagian dasarnya adalah infrastruktur, meliputi keseluruhan tools, hardware, server yang diperlukan untuk mendukung berjalannya sebuah proses, sistem, tasks, algoritma software. Bagian tengahnya adalah konten, sesuatu yang memberi makna pada informasi yang hendak disampaikan dan ujungnya adalah konteks, literasi kebutuhan, suasana, kondisi, di mana dan kapan informasi tersebut harus disampaikan.

Begitupula dengan hadirnya sosial media, termasuk TikTok. TikTok telah merubah cara dalam berinteraksi dengan data.

Algoritma yang dibangun TikTok seolah “menjebak” pengguna untuk terus menikmati data. Berapa banyak waktu yang dihabiskan oleh pengguna, ketika mulai bangun tidur hingga terlelap kembali. Scrolling, hampir tanpa batas. Seolah aplikasi memahami kebutuhan penggunaan. Algoritma disusun berdasarkan histori pengalaman dan terus disesuaikan dengan machine learning dan AI. Teknologi era analog seperti Radio, butuh waktu berpuluh-puluh tahun untuk sebuah data diketahui oleh separo penduduk bumi. Teknologi pada era digital immigrant, lahirnya TV dan surat kabar, mendorong manusia lebih memahami informasi dari susunan kata yang formal, tersruktur dan dipandu oleh etika pers yang ketat.

Hari ini, kehadiran TikTok telah menuai pro kontra, berdampak. Platform video pendek, yang didirikan oleh ByteDance, perusahaan asal Tiongkok pada akhir tahun 2017 ini sangat fenomenal. Meski sempat banyak kendala, larangan, aplikasi yang bermula dari “uneducated dance” ini makin berkembang. Awalnya hanya usia muda, dengan pengguna lebih dari 90 juta di Indonesia pada tahun 2022. Namun dalam perjalanannya, kelompok usia yang lebih tua makin meningkat.

Permainan pada TikTok ini bukan hanya soal kecanduan penggunaan (digital addictive). Lebih dari itu. Matinya usaha kecil yang berjualan offline, tutupnya berderet-deret tenan di mall, pasar modern. Berubahnya cara konsumsi. “Algoritma” software ini meluncur bak tsunami, yang sulit dihentikan. Sebagai simalakama, usaha kecil yang memanfaatkan TikTok untuk menarik konsumen, membangun keterikatan produk, juga terdampak saat TikTok ditutup. Sehingga diperlukan kebijakan yang ketat, yang kuat dan adil. Leadership melawan algoritma. Tidak mudah.

Unung Istopo H
Unung Istopo H
Peneliti Senior di enciety Business Consult
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

Most Popular

Recent Comments