Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun 2025 diprediksi akan memengaruhi sektor properti di Kabupaten Sidoarjo dan Kota Surabaya. Peningkatan tarif ini berpotensi menaikkan harga properti, baik residensial maupun komersial, sehingga dapat menurunkan minat beli masyarakat. Konsumen mungkin akan menunda atau membatalkan rencana pembelian properti akibat kenaikan harga tersebut.
Selain itu, kenaikan PPN dapat menyebabkan peningkatan biaya konstruksi karena harga bahan bangunan dan jasa terkait turut naik. Hal ini berpotensi menekan margin keuntungan pengembang dan memperlambat laju pembangunan proyek baru. Dampak ini juga bisa dirasakan oleh sektor pendukung seperti konstruksi, bahan bangunan, dan jasa interior.
Namun, dampak kenaikan PPN ini tidak hanya dirasakan oleh konsumen, tetapi juga oleh pengembang properti. Mereka mungkin perlu menyesuaikan strategi pemasaran dan penjualan untuk menjaga daya tarik produk mereka di pasar. Misalnya, dengan menawarkan insentif atau promo khusus untuk menarik minat pembeli.
Secara keseluruhan, kenaikan PPN menjadi 12 persen pada tahun 2025 diperkirakan akan memberikan tekanan pada sektor properti di Kabupaten Sidoarjo dan Kota Surabaya. Baik konsumen maupun pengembang perlu menyesuaikan diri dengan perubahan ini untuk menjaga stabilitas dan pertumbuhan pasar properti di wilayah tersebut.
Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun 2025 diprediksi akan memberikan dampak domino pada sektor pendukung properti, seperti jasa konstruksi, jasa desain interior, dan industri bahan bangunan. Beban pajak yang lebih tinggi tidak hanya berpengaruh pada harga properti, tetapi juga meningkatkan biaya produksi dan operasional bagi pelaku usaha di sektor-sektor berikut ini.
Pertama, kenaikan biaya konstruksi. PPN 12 persen akan menyebabkan lonjakan biaya konstruksi, terutama karena harga material bangunan seperti semen, baja, kaca, dan cat mengalami kenaikan. Kenaikan harga ini dapat berdampak pada dua sisi. pengembang akan menekan volume pembangunan untuk menghindari biaya tambahan, sementara kontraktor harus menyesuaikan harga jasa mereka agar tetap kompetitif.
Menurut data Asosiasi Kontraktor Indonesia, sekitar 40 persen dari total biaya proyek konstruksi berasal dari material bangunan, sehingga kenaikan PPN akan langsung memengaruhi harga jual proyek secara keseluruhan. Dengan daya beli masyarakat yang melemah akibat harga properti yang lebih tinggi, kemungkinan besar pengembang akan menunda proyek baru, yang pada akhirnya mengurangi permintaan di sektor konstruksi.
Kedua, dampak pada sektor jasa desain interior juga tidak luput dari dampak kenaikan PPN. Banyak masyarakat yang menunda renovasi atau perombakan interior karena anggaran yang membengkak. Selain itu, klien yang masih ingin melanjutkan proyek akan cenderung mencari alternatif material yang lebih ekonomis, meskipun mungkin mengorbankan kualitas.
Para desainer interior harus menyesuaikan strategi mereka dengan menawarkan konsep desain yang lebih fleksibel dan terjangkau, seperti pemakaian material substitusi atau desain modular yang lebih hemat biaya.
Ketiga, industri bahan bangunan tertekan akibat kebijakan tersebut. Produsen dan distributor bahan bangunan juga menghadapi tantangan besar. Dengan naiknya PPN 12 persen, harga jual bahan bangunan akan meningkat, yang berpotensi menurunkan permintaan dari pengembang dan kontraktor. Jika penjualan menurun, arus kas perusahaan di sektor ini juga akan terganggu.