Konsep kepemilikan rumah sedang mengalami pergeseran besar. Jika dulu rumah dianggap sebagai aset utama yang harus dimiliki, kini semakin banyak orang yang lebih memilih menyewa dibanding membeli. Bahkan, tren terbaru menunjukkan bahwa rumah mulai bertransformasi menjadi layanan, mirip dengan bagaimana transportasi telah berubah dengan hadirnya ojek online.
Perubahan pola pikir ini didorong oleh beberapa faktor utama, diantaranya, harga properti yang terus meningkat, fleksibilitas pekerjaan yang lebih tinggi, dan perubahan gaya hidup yang lebih dinamis. Banyak generasi muda, khususnya Gen Z dan milenial, lebih memilih menyewa rumah dalam jangka pendek dibanding berinvestasi dalam properti yang mengikat mereka di satu lokasi.
“Saat ini saya lebih memilih menyewa unit di beberapa lokasi berbeda, tergantung kebutuhan pekerjaan. Jika ada proyek di Jakarta, saya bisa menyewa di pusat kota, lalu berpindah ke daerah lain jika ada tugas baru,” ujar Rani, seorang pekerja lepas di bidang teknologi.
Teknologi Mengubah Model Bisnis Properti
Seperti transportasi yang telah beralih dari kepemilikan kendaraan ke layanan berbasis aplikasi, industri properti juga mulai menerapkan konsep serupa. Beberapa startup global bahkan sudah mengembangkan sistem Housing as a Service (HaaS), di mana seseorang bisa mengakses tempat tinggal dengan fleksibilitas tinggi, dari harian hingga tahunan, tanpa harus membeli rumah.
Konsep ini sudah diterapkan di beberapa kota besar dunia, seperti New York, Tokyo, dan Singapura, di mana penyewa bisa berpindah-pindah antar hunian dalam satu jaringan tanpa ribet mengurus kontrak baru. Model bisnis ini memungkinkan pengembang mendapatkan keuntungan berkelanjutan dari sewa jangka pendek tanpa harus bergantung pada penjualan unit.