Penelitian terkini menunjukkan bahwa Indonesia mengalami penurunan signifikan dalam daya beli hewan qurban menjelang Idul Adha 2025, dengan beberapa daerah melaporkan penurunan penjualan hingga ribuan ekor dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Data dari Lampung Utara menunjukkan bahwa penjualan hewan qurban turun drastis dari ribuan ekor menjadi hanya 400-500 ekor pada tahun 2025, yang diduga disebabkan oleh kondisi ekonomi masyarakat yang mempengaruhi daya beli. Fenomena ini bukanlah hal baru, mengingat dampak pandemi COVID-19 pada periode 2020-2021 juga menyebabkan penurunan penjualan hewan qurban sebesar 30-40 persen di Kota Kediri. Meskipun harga hewan qurban relatif stabil dengan rentang mulai dari Rp 1,3 juta hingga Rp 9,7 juta tergantung kategori dan bobot, penurunan daya beli ini menimbulkan dampak ekonomi yang meluas pada sektor peternakan, perdagangan, dan rantai pasok terkait industri hewan qurban.
Kondisi penurunan daya beli hewan qurban pada tahun 2025 terlihat jelas dari data empiris yang dikumpulkan di berbagai daerah Indonesia. Lampung Utara menjadi salah satu contoh nyata dimana penurunan ini sangat signifikan, dengan Sekretaris Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunak) Lampura, Riya Yuliza, melaporkan bahwa tahun ini hanya sekitar 400 hingga 500 ekor hewan yang dijual untuk qurban, jauh menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang bisa mencapai ribuan ekor. Penurunan ini tidak hanya terjadi dari sisi jumlah hewan yang dijual, tetapi juga dari sisi jumlah penjual yang berpartisipasi dalam pasar hewan qurban.
Fenomena penurunan daya beli ini menunjukkan pola yang konsisten dengan dampak krisis ekonomi yang pernah terjadi sebelumnya. Sebagai perbandingan, selama periode pandemi COVID-19 tahun 2020-2021, Kota Kediri juga mengalami penurunan penjualan hewan qurban sebesar 30-40 persen, meskipun terdapat peningkatan jumlah penyembelihan hewan qurban pada tahun 2021. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat tetap berusaha melaksanakan ibadah qurban, namun dengan skala yang lebih terbatas sesuai kemampuan ekonomi mereka.
Untuk memastikan akurasi data mengenai kondisi pasar hewan qurban, berbagai dinas terkait telah melakukan monitoring intensif. Dinas Perkebunan dan Peternakan Lampung Utara telah melakukan pengecekan kesehatan terhadap hewan-hewan qurban sejak tanggal 3 Juni 2025, yang tidak hanya bertujuan memastikan kesehatan hewan tetapi juga mengumpulkan data mengenai kondisi pasar. Pemeriksaan ini dilakukan di sejumlah titik penjualan hewan qurban di berbagai kecamatan, memberikan gambaran komprehensif tentang kondisi riil pasar hewan qurban menjelang Idul Adha 2025.
Monitoring ini juga mengungkapkan bahwa penurunan tidak hanya terjadi pada jumlah hewan yang dijual, tetapi juga pada partisipasi pelaku usaha. Banyak peternak dan pedagang hewan qurban yang memilih untuk tidak berpartisipasi dalam pasar tahun ini karena antisipasi terhadap rendahnya daya beli masyarakat. Kondisi ini menciptakan siklus yang saling mempengaruhi, dimana berkurangnya pasokan juga berkontribusi pada dinamika pasar yang tidak sehat.
Faktor yang Mempengaruhi Penurunan Daya Beli Hewan Qurban Idul Adha 2025
1. Faktor Ekonomi Makro
Faktor ekonomi menjadi penyebab utama penurunan daya beli hewan qurban pada tahun 2025. Kondisi ekonomi masyarakat yang masih dalam proses pemulihan pasca berbagai krisis global, termasuk dampak jangka panjang dari pandemi COVID-19, inflasi global, dan ketidakstabilan ekonomi regional, secara langsung mempengaruhi kemampuan masyarakat untuk mengalokasikan dana untuk ibadah qurban. Penurunan daya beli ini tidak hanya mempengaruhi masyarakat kelas menengah ke bawah, tetapi juga merambah ke berbagai lapisan masyarakat yang sebelumnya rutin melaksanakan ibadah qurban.
Tekanan inflasi yang terjadi pada berbagai sektor, termasuk harga pangan pokok, energi, dan kebutuhan dasar lainnya, telah mengubah prioritas pengeluaran masyarakat. Dalam situasi dimana pendapatan relatif stagnan sementara biaya hidup terus meningkat, masyarakat cenderung memprioritaskan kebutuhan primer dibandingkan pengeluaran untuk ibadah yang bersifat sunnah seperti qurban. Hal ini menciptakan fenomena dimana meski harga hewan qurban relatif stabil, kemampuan masyarakat untuk membelinya justru menurun.
2. Dampak Pembatasan Kegiatan Masyarakat
Pengalaman selama periode pandemi COVID-19 menunjukkan bagaimana pembatasan kegiatan masyarakat dapat mempengaruhi pasar hewan qurban. Data dari Kota Kediri pada tahun 2020-2021 menunjukkan bahwa pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat menyebabkan penurunan penjualan hewan qurban sebesar 30-40 persen. Meskipun pembatasan fisik mungkin tidak sedramatis periode pandemi, dampak psikologis dan ekonomi dari kebijakan-kebijakan restriktif sebelumnya masih berpengaruh pada pola konsumsi masyarakat.
Pembatasan kegiatan tidak hanya mempengaruhi aspek distribusi dan penjualan hewan qurban, tetapi juga mengubah tradisi dan ritual keagamaan yang biasanya dilakukan secara komunal. Ketika masyarakat terbiasa dengan pembatasan sosial, hal ini dapat mempengaruhi motivasi untuk melaksanakan ibadah qurban yang traditionally bersifat sosial dan komunal. Perubahan pola interaksi sosial ini berkontribusi pada penurunan demand untuk hewan qurban, meskipun secara teknis tidak ada larangan untuk melaksanakan ibadah tersebut.
3. Perubahan Pola Konsumsi dan Prioritas
Struktur harga hewan qurban tahun 2025 menunjukkan rentang yang cukup luas, mulai dari Rp 1,3 juta untuk kambing reguler 16-19 kg hingga Rp 9,7 juta untuk domba Palestina 50 kg. Meskipun tersedia berbagai pilihan sesuai kemampuan ekonomi, pola konsumsi masyarakat telah berubah secara fundamental. Prioritas pengeluaran kini lebih diarahkan pada kebutuhan yang dianggap lebih mendesak, seperti pendidikan, kesehatan, dan investasi jangka panjang.
Ketersediaan platform online seperti Shopee, Tokopedia, dan berbagai lembaga seperti Dompet Dhuafa, BAZNAS, dan Bank Qurban dengan sistem pembayaran yang fleksibel sebenarnya memberikan kemudahan akses. Namun, kemudahan akses ini tidak serta merta meningkatkan daya beli jika kondisi ekonomi fundamental masyarakat masih menghadapi tekanan. Bahkan dengan adanya sistem DP (down payment) yang ditawarkan oleh Bank Qurban, respon masyarakat tetap terbatas karena pertimbangan ekonomi yang lebih luas.