Pertanian regeneratif adalah pendekatan bertani yang tidak hanya fokus pada produksi pangan tetapi juga memulihkan dan menjaga kesehatan ekosistem, khususnya tanah yang terdegradasi akibat eksploitasi berlebih seperti pada lahan kelapa sawit. Praktik ini menitikberatkan pada regenerasi tanah melalui peningkatan keanekaragaman hayati, pengurangan gangguan mekanis pada tanah, dan penggunaan metode alami untuk menjaga kesuburan tanah.
Contohnya, Lahan kelapa sawit yang dieksploitasi secara intensif cenderung mengalami degradasi tanah, penurunan kesuburan, dan kerusakan ekosistem mikroorganisme tanah. Hal ini menyebabkan penurunan hasil panen dan kerentanan terhadap perubahan iklim serta gangguan hama.
Beberapa prinsip utama pertanian regeneratif yang relevan untuk mengatasi masalah ini antara lain, pertama, tidak mengganggu tanah secara berlebihan (mengurangi pembajakan dan penggunaan pupuk kimia berlebih). Kedua, menjaga dan meningkatkan keanekaragaman hayati tanah* melalui rotasi tanaman, tanaman penutup tanah, dan pengomposan. Ketiga, menggunakan praktik alami seperti agroforestri dan penggembalaan terkontrol* untuk memperbaiki struktur tanah dan siklus nutrisi.
Ada ebberapa metode pengolahan lahan berkelanjutan yang dapat membantu lahan pertanian pulih kembali. Diantaranya, Best Management Practices (BMP) adalah praktik pengelolaan lahan yang bertujuan mengoptimalkan produksi pertanian sekaligus meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan, seperti pengendalian erosi, pengelolaan air, dan penggunaan pupuk yang efisien. BMP membantu menjaga kesuburan tanah dan mengurangi pencemaran lingkungan.
Kedua, High Conservation Value (HCV) adalah konsep identifikasi dan perlindungan area dengan nilai konservasi tinggi, seperti habitat spesies langka, sumber air penting, dan kawasan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Dalam konteks kelapa sawit, HCV digunakan untuk memastikan bahwa pengembangan lahan tidak merusak fungsi ekologis penting.
Ketiga, Free, Prior and Informed Consent (FPIC). Konsep ini adalah prinsip yang menjamin keterlibatan dan persetujuan masyarakat adat atau lokal sebelum pengembangan lahan dilakukan. FPIC penting untuk menjaga hak masyarakat dan menghindari konflik sosial terkait pengelolaan lahan.
Pertanian regeneratif dapat meningkatkan kesehatan tanah di lahan kelapa sawit melalui beberapa mekanisme utama. Pertama, peningkatan bahan organik tanah. Penggunaan mulsa dari daun kelapa sawit yang gugur dan pupuk organik seperti kompos membantu menambah bahan organik dalam tanah, memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kapasitas menahan air, dan menyediakan nutrisi secara berkelanjutan. Kedua, penanaman tanaman pelindung tanah (legum dan tanaman penutup tanah). Tanaman ini menjaga kelembapan tanah, mengurangi erosi, menekan pertumbuhan gulma, dan meningkatkan keanekaragaman mikroorganisme tanah yang bermanfaat.
Ketiga, pengurangan penggunaan pupuk kimia dan pestisida*: Dengan beralih ke pupuk organik dan pengendalian hama secara alami, tanah tidak terpapar bahan kimia berlebih yang dapat merusak mikroorganisme dan kesuburan tanah. Keempat, penggunaan biochar. Limbah kelapa sawit diubah menjadi biochar yang meningkatkan retensi air dan nutrisi, menyeimbangkan pH tanah, serta meningkatkan aktivitas mikroba tanah yang mendukung pertumbuhan tanaman.
Kelima, diversifikasi tanaman dan agroforestri. Menanam kelapa sawit bersama tanaman lain (tumpang sari) membantu menciptakan ekosistem yang lebih seimbang dan mendukung siklus nutrisi tanah serta mengurangi risiko degradasi akibat monokultur. Keenam, mengurangi erosi dan menjaga kelembapan tanah. Mulsa dan tanaman penutup tanah melindungi permukaan tanah dari erosi akibat hujan dan angin, menjaga lapisan tanah atas yang kaya nutrisi tetap utuh.
Dengan cara-cara tersebut, pertanian regeneratif tidak hanya memulihkan kesuburan dan struktur tanah, tetapi juga meningkatkan ketahanan lahan kelapa sawit terhadap perubahan iklim dan gangguan lingkungan, sehingga mendukung produktivitas jangka panjang dan keberlanjutan usaha tani.
Ada beberapa solusi dan masukan untuk pengolahan pertanian berkelanjutan. Diantaranya adalah implementasi pertanian regeneratif secara menyeluruh pada lahan kelapa sawit untuk memulihkan kesuburan tanah dan meningkatkan ketahanan ekosistem. Berikutnya adalah mengadopsi BMP untuk mengurangi dampak negatif pengelolaan lahan, seperti erosi dan pencemaran air. Kemudian, melakukan identifikasi dan perlindungan area HCV agar fungsi ekologis dan keanekaragaman hayati tetap terjaga. Selain itu mengutamakan FPIC dalam setiap pengembangan lahan sangat dibutuhkan untuk menjamin keberlanjutan sosial dan menghindari konflik.
Selain itu, pemberdayaan petani melalui pelatihan dan pendampingan dalam praktik pertanian berkelanjutan dan penggunaan biostimulan atau biopestisida alami untuk mengurangi ketergantungan pada bahan kimia. Pengembangan model pertanian yang holistik dan inklusif dengan menggabungkan berbagai praktik seperti rotasi tanaman, pengomposan, dan agroforestri untuk meningkatkan produktivitas sekaligus menjaga lingkungan.
Dengan pendekatan ini, lahan pertanian yang terdegradasi akibat eksploitasi berlebih dapat diregenerasi, sehingga mendukung ketahanan pangan, mitigasi perubahan iklim, dan kesejahteraan petani secara berkelanjutan.