Penurunan harga ayam broiler pasca Lebaran 2025 telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan peternak, terutama peternak skala kecil. Berdasarkan data terkini, harga ayam hidup telah turun signifikan hingga berada di bawah Harga Pokok Produksi (HPP), yang mengancam keberlanjutan usaha peternakan rakyat. Kementerian Pertanian telah mengindikasikan akan mengambil langkah-langkah strategis untuk menangani situasi ini, termasuk menggelar konsolidasi nasional sektor perunggasan dan memperkuat implementasi regulasi terkait.
Penurunan harga ayam setelah periode Lebaran merupakan fenomena yang kerap terjadi dalam industri peternakan di Indonesia. Selama Ramadan dan menjelang Lebaran, permintaan ayam biasanya meningkat tajam yang mendorong peternak untuk meningkatkan produksi. Namun, setelah Lebaran, permintaan menurun drastis sementara produksi masih tinggi, menciptakan kelebihan pasokan yang menekan harga jual. Kondisi ini diperburuk ketika harga jual turun di bawah Harga Pokok Produksi (HPP), membuat peternak merugi dari setiap kilogram ayam yang dijual.
Industri peternakan ayam di Indonesia memiliki struktur rantai nilai yang kompleks dengan banyak pemain di setiap tingkatannya. Ketidakseimbangan kekuatan dalam rantai pasok, di mana perusahaan besar memiliki posisi tawar yang lebih kuat dibandingkan peternak kecil, sering menyebabkan peternak kecil menjadi pihak yang paling rentan terhadap fluktuasi harga. Peternak kecil umumnya tidak memiliki akses langsung ke pasar konsumen akhir dan bergantung pada pengepul atau tengkulak, yang sering kali membeli dengan harga yang jauh lebih rendah dari harga pasar.
Struktur industri peternakan ayam di Indonesia yang didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar yang mengendalikan hampir seluruh rantai produksi, dari penyediaan bibit, pakan, hingga distribusi, membuat peternak kecil sulit bersaing. Ketergantungan peternak kecil pada perusahaan besar untuk mendapatkan input produksi seperti DOC (Day Old Chick) dan pakan dengan harga tinggi, sementara harga jual ayam turun, semakin memperburuk posisi ekonomi mereka.
Penurunan harga ayam di bawah HPP secara langsung menyebabkan kerugian bagi peternak kecil. Untuk setiap kilogram ayam yang dijual, peternak harus menanggung defisit antara biaya produksi dan penerimaan. Situasi ini sangat memberatkan bagi peternak kecil yang umumnya memiliki modal terbatas dan sumber pendapatan yang tidak terdiversifikasi. Dalam kondisi ekstrem, kerugian berkelanjutan dapat memaksa peternak kecil keluar dari bisnis, meningkatkan konsentrasi industri pada pemain besar.
Peternak ayam skala kecil seringkali merupakan bagian dari ekonomi pedesaan yang penting. Kerugian finansial yang dialami peternak berdampak pada perekonomian pedesaan secara keseluruhan, termasuk penurunan daya beli dan potensi peningkatan kemiskinan. Selain itu, ketidakpastian dalam usaha peternakan ayam dapat mengakibatkan peternak beralih ke sektor lain, yang pada gilirannya dapat mengancam ketahanan pangan lokal dan nasional.
Kementerian Pertanian telah mengambil inisiatif untuk menggelar konsolidasi nasional sektor perunggasan sebagai respons terhadap penurunan harga ayam. Langkah ini bertujuan untuk menyatukan berbagai pemangku kepentingan dalam industri peternakan untuk mencari solusi kolektif atas permasalahan yang dihadapi. Melalui forum ini, diharapkan dapat tercipta dialog konstruktif antara peternak kecil, perusahaan besar, distributor, dan pemerintah untuk mencapai solusi yang adil bagi semua pihak.
Pemerintah juga berencana memperkuat pelaksanaan Peraturan Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nomor 6 Tahun 2024 yang ditujukan untuk mengatur stabilitas harga pangan, termasuk ayam broiler. Regulasi ini bertujuan untuk memastikan harga jual ayam memberikan kepastian usaha bagi peternak sambil tetap mempertimbangkan keterjangkauan bagi konsumen. Implementasi yang efektif dari regulasi ini diharapkan dapat melindungi peternak kecil dari volatilitas harga yang ekstrem.
Peternak kecil dapat mengurangi risiko kerugian akibat fluktuasi harga ayam dengan melakukan diversifikasi usaha. Integrasi vertikal skala kecil, seperti pengolahan ayam menjadi produk bernilai tambah (nugget, bakso, abon) dapat memberikan alternatif pemasaran saat harga ayam hidup turun. Selain itu, peternak juga dapat mempertimbangkan diversifikasi horizontal dengan memelihara jenis ternak lain seperti bebek, kambing, atau memadukan peternakan dengan pertanian tanaman.
Pembentukan koperasi atau kelompok peternak dapat meningkatkan posisi tawar peternak kecil dalam rantai nilai. Melalui koperasi, peternak dapat melakukan pembelian input produksi secara kolektif untuk mendapatkan harga lebih murah, mengadakan penyimpanan bersama untuk menjual saat harga lebih baik, dan bahkan mengembangkan merek bersama untuk mengakses pasar yang lebih luas. Koperasi juga dapat memfasilitasi transfer pengetahuan dan teknologi di antara anggotanya.
Peternak kecil dapat meningkatkan efisiensi produksi mereka melalui adopsi teknologi tepat guna dan praktik manajemen modern. Penggunaan aplikasi untuk pemantauan kesehatan ternak, optimalisasi pakan, dan manajemen kandang dapat membantu menurunkan biaya produksi. Praktik biosekuriti yang baik juga dapat mengurangi risiko penyakit dan kematian ternak, yang merupakan faktor signifikan dalam struktur biaya peternakan ayam.
Untuk mengatasi keterbatasan modal dan risiko usaha, peternak kecil membutuhkan akses yang lebih baik ke pembiayaan dan asuransi. Program kredit mikro khusus untuk peternak dengan suku bunga rendah dan persyaratan pengembalian yang fleksibel dapat membantu peternak kecil bertahan selama periode harga rendah. Asuransi ternak juga penting untuk melindungi peternak dari risiko kematian massal akibat penyakit atau bencana alam.
Pemerintah perlu mempertimbangkan reformasi struktural dalam industri peternakan ayam untuk menciptakan lingkungan yang lebih adil bagi semua pelaku usaha. Kebijakan ini dapat mencakup pembatasan integrasi vertikal berlebihan oleh perusahaan besar, pencegahan praktik monopolistik, dan pemberian insentif khusus untuk peternak kecil dan menengah. Reformasi semacam ini dapat menciptakan industri yang lebih berkelanjutan dan berkeadilan.
Pengembangan sistem informasi pasar yang komprehensif dan transparan dapat membantu peternak membuat keputusan produksi yang lebih baik. Informasi tentang perkiraan permintaan, harga input dan output, serta tren pasar dapat membantu peternak merencanakan produksi mereka untuk menghindari kelebihan pasokan yang menekan harga. Sistem ini juga dapat mencakup peringatan dini tentang potensi jatuhnya harga.
Program pelatihan dan pendampingan berkelanjutan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peternak kecil dalam berbagai aspek usaha peternakan. Materi pelatihan dapat mencakup manajemen bisnis, teknologi produksi, kesehatan hewan, pemasaran, dan kewirausahaan. Pendampingan oleh ahli dapat membantu peternak mengimplementasikan pengetahuan baru dalam operasi mereka sehari-hari.
Penurunan harga ayam broiler di bawah HPP merupakan tantangan serius bagi peternak kecil di Indonesia. Fenomena ini disebabkan oleh kombinasi faktor musiman, ketidakseimbangan rantai pasok, dan permasalahan struktural dalam industri. Meskipun pemerintah telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi situasi ini, diperlukan pendekatan komprehensif yang melibatkan semua pemangku kepentingan untuk menciptakan solusi berkelanjutan.
Peternak kecil dapat meningkatkan ketahanan mereka melalui diversifikasi usaha, pembentukan koperasi, adopsi teknologi, dan akses ke pembiayaan. Sementara itu, reformasi struktural industri, pengembangan sistem informasi pasar yang transparan, dan program penguatan kapasitas berkelanjutan merupakan langkah-langkah kebijakan jangka panjang yang penting. Dengan kombinasi upaya dari peternak, industri, dan pemerintah, tantangan penurunan harga ayam dapat diubah menjadi peluang untuk membangun sektor peternakan yang lebih tangguh dan berkelanjutan.