Program School Food Care (SFC) yang baru diluncurkan oleh Dinas Pendidikan Jawa Timur merupakan inisiatif strategis yang bertujuan mendukung swasembada pangan nasional sekaligus memberikan pendidikan praktis kepada siswa tentang ketahanan pangan dan agrikultur. Berdasarkan data terkini, program ini telah diimplementasikan sebagai pilot project di 29 SMAN yang tersebar di 24 kabupaten/kota di Jawa Timur.
Dalam konsep penerapannya, melalui program ini, siswa tidak hanya belajar tentang teori pertanian, tetapi juga terlibat langsung dalam pengelolaan lahan perkebunan mandiri yang hasilnya dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran dan pengembangan kewirausahaan. Meski masih dalam tahap awal, program ini menunjukkan potensi signifikan dalam mengintegrasikan pendidikan pangan dengan praktik keberlanjutan. Namun, evaluasi komprehensif diperlukan untuk mengukur dampak jangka panjangnya terhadap literasi pangan, kebiasaan makan sehat, dan ketahanan pangan di tingkat lokal.
Konsep dan Implementasi Program School Food Care
Program School Food Care merupakan inisiatif inovatif yang diluncurkan oleh Dinas Pendidikan Jawa Timur sebagai upaya konkret mendukung program swasembada pangan nasional yang digagas oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto. Program ini dirancang sebagai pilot project unggulan di sektor pendidikan untuk memperkuat ketahanan pangan berbasis sekolah. Implementasinya telah dimulai di 29 Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) yang tersebar di 24 kabupaten/kota di Jawa Timur, dengan tujuan memberikan pengalaman nyata kepada siswa tentang ketahanan pangan dan pemahaman komoditas pangan dari proses budidaya hingga pengelolaan.
Mekanisme utama program ini adalah kewajiban sekolah untuk mengelola lahan perkebunan mandiri yang ditanami berbagai jenis tanaman pangan. Di SMAN 2 Ngawi, salah satu sekolah pelaksana, telah ditanam berbagai jenis tanaman seperti kacang tanah, kacang hijau, ketela rambat, cabai, terong, tomat, bayam, bunga kol, daun kenikir, hingga buah-buahan seperti nanas merah dan belimbing. Hasil panen dari kebun sekolah ini tidak hanya menjadi bahan pembelajaran bagi siswa, tetapi juga dijual kembali untuk mendukung pengembangan kebun dan mendidik siswa dalam kewirausahaan agrikultur.
Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur, Aries Agung Paewai, menegaskan bahwa program ini dirancang untuk memberikan pengalaman nyata kepada siswa, tidak hanya tentang ketahanan pangan, tetapi juga pemahaman mendalam tentang proses budidaya hingga pengelolaan komoditas pangan. Pendekatan pembelajaran praktis ini diharapkan dapat menumbuhkan minat dan kepedulian siswa terhadap isu ketahanan pangan sejak dini.
Program School Food Care dikembangkan dalam konteks penguatan ketahanan pangan nasional yang menjadi salah satu prioritas pembangunan. Program ini mengadopsi pendekatan holistik yang menggabungkan pendidikan, pemberdayaan ekonomi, dan penguatan ketahanan pangan dalam satu kerangka kerja. Melalui program ini, sekolah diposisikan sebagai agen perubahan yang dapat mengkatalisis transformasi pengetahuan dan praktik pertanian berkelanjutan di masyarakat.
Program ini juga sejalan dengan tren global untuk mengintegrasikan pendidikan pangan dan pertanian ke dalam kurikulum sekolah. Di Kanada, misalnya, kebijakan nutrisi sekolah dirancang untuk mempromosikan makanan dan minuman bergizi yang rendah lemak jenuh sesuai dengan rekomendasi dalam Panduan Makanan Kanada. Kebijakan semacam ini memiliki tujuan fundamental untuk mencerminkan misi harian sekolah dalam mempromosikan pembelajaran yang sehat dan produktif.
Indonesia memiliki sejarah panjang dalam pengembangan program nutrisi sekolah. Salah satu program yang telah diimplementasikan adalah Program Penyediaan Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) berbasis pangan lokal. Program ini telah dilaksanakan di NTT dan Papua dengan dukungan World Food Programme (WFP) pada tahun 2012-2015, dengan tujuan utama memanfaatkan pangan lokal untuk meningkatkan status gizi dan pendidikan anak sekolah.
Evaluasi program PMT-AS menunjukkan berbagai manfaat positif. Lebih dari 30.000 anak sekolah di Kupang, TTS, dan Papua telah menerima makanan tambahan dan pendidikan kesehatan, kebersihan dan gizi melalui program ini. Program tersebut juga berhasil meningkatkan fasilitas cuci tangan di 113 sekolah, mencapai 73,9% dari target program. Sebagai hasilnya, sekolah-sekolah yang mengikuti program intervensi menunjukkan prevalensi demam (32,2%) dan diare (13,4%) yang secara signifikan lebih rendah dibandingkan sekolah non-intervensi (demam 43,4% dan diare 18,9%).
Hasil evaluasi program PMT-AS juga menggambarkan banyak manfaat yang didapat dari pelaksanaan program terpadu melalui pemberian makanan tambahan di sekolah sebagai “pintu masuk” yang berdampak positif pada status kesehatan, gizi, dan indikator-indikator pendidikan anak usia sekolah. Program ini mendapatkan penerimaan yang tinggi baik dari anak-anak sekolah maupun para orang tua.
Pembelajaran dari Program Nutrisi Sekolah
Pengalaman dari program PMT-AS memberikan beberapa pembelajaran penting untuk pengembangan program nutrisi sekolah di Indonesia. Pertama, pendekatan terpadu yang melibatkan berbagai sektor (kesehatan, pendidikan, pertanian) terbukti efektif dalam mencapai tujuan ganda berupa peningkatan status gizi dan pendidikan anak. Kedua, keterlibatan masyarakat melalui kelompok masak dan PKK membantu memastikan keberlanjutan program. Ketiga, pemberdayaan petani lokal untuk menyediakan bahan pangan bagi program sekolah menciptakan siklus ekonomi lokal yang positif.