Kinerja perusahaan pembiayaan makin menjanjikan ditengah perlambatan perekonomian nasional. Tercatat, sepanjang 2023–2025 beberapa perusahaan pembiayaan tumbuh dan berkembang. Dengan kata lain, perusahaan-perusahaan pembiayaan ini memiliki prospek cerah dan masuk radar investasi 2025. Baik secara makro, ekonomi domestik diprediksi lebih lambat (daya beli menengah turun) dan suku bunga tinggi (BI 6%) menekan kredit konsumer. Namun, OJK mencatat pembiayaan kendaraan tetap tumbuh positif (+7,3% YoY per Feb 2025), mencerminkan prospek industri multifinance yang masih optimis.
Perusahaan-perusahaan multifinance terbesar (FIF, Adira, BFI, MTF) memiliki modal kuat, jaringan luas, dan diversifikasi produk, sehingga dalam jangka menengah prospek masih baik. Bagi investor, sektor ini menawarkan yield dividen menarik (misalnya ADMF \~8%, BFIN \~6%) dan valuasi relatif konservatif, meski harus waspada terhadap tren NPF. Memilih perusahaan dengan NPF rendah, strategi digital, dan dukungan pemilik kuat merupakan kunci.
Sebagai contoh, FIF Group dan BFI Finance berpotensi stabil karena jaringan dan likuiditas kuat. Untuk Adira Finance, menghadapi siklus bisnis, tetapi portofolio diversifikasi (motor/mobil/gadget) tetap menjanjikan. Untuk Mandiri Tunas Finance (MTF) mendapat dukungan Mandiri Group untuk ekspansi modal. Perusahaan pembiayaan kecil (Bussan, Summit, Oto Multiartha) masih terpengaruh fluktuasi pasar otomotif dan memerlukan penajaman manajemen risiko. Secara keseluruhan, investasi pada multifinance 2025 perlu melihat tren pemulihan industri kendaraan (termasuk kendaraan listrik), kondisi makro, serta kemampuan perusahaan mengelola pembiayaan bermasalah.
Berikut ini beberapa data yang dihimpun dari 10 perusahaan pembiayaan terbesar di Indonesia.
1. PT Federal International Finance (FIF Group)
FIF Group (Astra Financial) membukukan kinerja solid. Pada Tahun 2023, pendapatan pembiayaan konsumen Rp10,42 T, laba bersih Rp4,10 T (naik 29% YoY). Total aset meningkat menjadi Rp39,17 T (des 2023). Tercatat, Return on Aset (ROA) sekitar 10,5% dan Return on Equity (ROE) 36,4%.
Pada Tahun 2024, laba bersih mencapai Rp4,40 T (naik 7,5% YoY), seiring penyaluran pembiayaan naik 8,5% menjadi Rp45,9 T. Nilai Non-Performing Financing (NPF) gross terjaga rendah di 1,18%. Total Net-Service Asset naik ke Rp46,7 T. Secara keseluruhan, FIF masih menunjukkan pertumbuhan pendapatan yang sehat dan NPF yang terkendali.
Prospek di Tahun 2025, sebagai bagian Astra, FIF diperkirakan terus mengerek volume pembiayaan (didorong permintaan sepeda motor Astra, electronic financing, dsb) dengan NPF tetap terkendali. Namun, kondisi suku bunga tinggi dapat menekan permintaan KKB dan KPM (keringanan kredit) lembaga pembiayaan. OJK memproyeksi pembiayaan otomotif tumbuh moderat di 2025. FIF diuntungkan oleh jaringan dealer luas dan diversifikasi produk (motor, gadget, multifinance), yang mendukung prospek stabil.
2. Astra Credit Companies (ACC)
ACC (PT Astra Sedaya Finance) adalah anak usaha Astra International. Laporan keuangan publik terbatas, namun ACC merupakan ujung tombak pembiayaan otomotif Astra. Kinerja ACC diproyeksi stabil mengikuti industri otomotif Astra. Pengendalian NPF umumnya baik (seperti anak usaha sejenis, NPF ACC cenderung di bawah rata-rata industri). Industri otomotif menurun sehingga ACC kemungkinan berfokus pada segmentasi nasabah yang lebih resilient (misalnya kendaraan niaga atau bekas). Secara umum, ACC diuntungkan sinergi dengan jaringan Astra dan reputasi brand.
Untuk prospek 2025. Tren lesunya pasar 4W (otomotif roda empat) akibat suku bunga tinggi dan daya beli menurun memicu pengetatan pembiayaan. Namun, permintaan segmen tertentu (kendaraan niaga, pembiayaan digital, motor bekas) masih tumbuh. Sebagai pembiayaan captive Astra, ACC diharapkan menjaga portofolio sehat. Diversifikasi (misalnya pembiayaan handphone, electric vehicle) serta efisiensi operasional menjadi kunci di 2025.
3. PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (Adira Finance – ticker ADMF)
Kinerja perusahaan sepanjang Tahun 2023–2024. Pada 2023 Adira (ADMF) mencatat total income Rp9,51 T dan laba bersih Rp1,944 T. Total aset naik menjadi Rp31,01 T (Des 2023). Tercatat, ROA 8,6% dan ROE 18,7% pada 2023. Rasio NPF gross 2023 sebesar 1,9%. Pada 2024 Adira membukukan pendapatan sekitar Rp10 T (naik \~5%) dan laba bersih Rp1,40 T (turun \~27% YoY). Total aset meningkat ke Rp32,59 T (Des 2024). NPF gross naik ke 2,2% pada 2024. Biaya pendanaan dan beban kredit yang lebih tinggi menekan laba.
Performa Saham ADMF bergerak di kisaran Rp9.000–14.300 sepanjang 2023–2024. Adira membagikan dividen tunai \~50% dari laba (dividen 2024 sebesar Rp803/saham), dengan yield \~8% pada harga saham sekarang. Kapitalisasi pasar ADMF sekitar Rp8–9 T. Sentimen investor cenderung long-term, volume transaksi relatif rendah karena mayoritas saham dipegang manajemen.
Prospek 2025, Adira diperkirakan menghadapi tekanan laju pertumbuhan lebih rendah mengingat ekonomi dan pengetatan kredit. Namun, diversifikasi produk (pembiayaan motor, mobil, gadget, serta pembiayaan syariah) dan peningkatan layanan digital dapat mendukung pertumbuhan. Tingkat NPF 2024 masih rendah (\~2%), memberi ruang cadangan yang sehat. Outlook industri multifinance positif (OJK mencatat total pembiayaan kendaraan tumbuh +7% sampai Feb 2025), namun kenaikan BI Rate (6%) dapat menahan permintaan KKB. Adira perlu menyesuaikan suku bunga dan efisiensi biaya agar profitabilitas membaik. Prospek saham ADMF dipengaruhi oleh laba stabil dan dividen menarik, namun fluktuasi ekonomi makro harus dicermati.
4. PT Bussan Auto Finance (BAF)
Bussan Auto Finance membiayai kendaraan Indomobil (Daihatsu, Hino, dsb). **2023:** pendapatan pembiayaan Rp4,56 T, laba bersih Rp370,6 M. Total aset \~Rp14,10 T (Des 2023). Pada Tahun 2024, pendapatan naik tipis ke Rp4,68 T (+2,5% YoY), tetapi laba bersih turun 18% menjadi Rp303,7 M. Peningkatan beban pendanaan dan operasional (+5%) menekan profit. Aset BAF 2024 hanya naik tipis ke Rp14,16 T. Data NPF, ROA/ROE tidak dipublikasikan. Secara umum, profit margin BAF masih tipis (profit margin \~6-7%).
Prospek 2025, BAF menghadapi tantangan serupa industri otomotif nasional (daya beli menurun, suku bunga tinggi). Permintaan mobil bekas dan niaga mungkin lebih tahan krisis, BAF dapat mengoptimalkan portofolio pembiayaan mobil bekas dan leasing alat berat (jika ada). Sinergi dengan Indomobil (misalnya perluasan dealer Hino) menjadi potensi pertumbuhan. Namun, pertumbuhan moderat diperkirakan. Efisiensi biaya dan pengelolaan risiko kredit (untuk menjaga NPF tetap rendah) akan penting.
5. PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFI Finance – ticker BFIN)
Kinerja sepanjang Tahun 2023–2024, BFI Finance (salah satu multifinance terbesar) terus tumbuh positif. Pada Tahun 2023, pendapatan tercatat Rp6,4 T, laba bersih Rp1,64 T. Total aset \~Rp24,0 T (per Des 2023, naik \~20% YoY). NPF gross Des 2023 sebesar \~2,02%. ROA/ROE per Sept 2023 tercatat masing-masing 8,0% dan 17,1%.
Pada Tahun 2024, pendapatan Rp6,3 T (turun 1,6% YoY), laba bersih Rp1,56 T (turun 5%). Total aset naik menjadi Rp25,1 T (Des 2024). NPF gross Des 2024 membaik ke 1,25% (neto 0,21%). ROA 8,0% dan ROE 15,7% pada 2024. Kinerja BFIN didorong oleh diversifikasi pembiayaan (kendaran 4W/2W, alat berat, properti, etc) dan manajemen risiko yang ketat.
Performa saham BFIN stabil di kisaran Rp800–900 akhir-akhir ini (52-mgg rendah \~695, tinggi \~1.120). Kapitalisasi pasar sekitar Rp16–17 T. BFIN rutin bagi dividen dua kali setahun (gabungan dividen 2024 Rp55/saham: interim Rp27, final Rp28). Yield dividen terakhir \~6–7%. Laba bersih yang solid serta valuasi relatif murah (P/E \~10, TTM) menarik perhatian investor.
Sementara itu, prospek 2025, BFI Finance diperkirakan melanjutkan pertumbuhan moderat. OJK mencatat pembiayaan kendaraan tumbuh positif (+7% YoY hingga Feb 2025), mencerminkan optimisme industri. BFIN fokus menyalurkan KKB dan pembiayaan multiguna kepada segmen korporasi dan UMKM, yang diharapkan stabil walau suku bunga tinggi. Diversifikasi produk (misalnya pembiayaan modal kerja, pembiayaan syariah) memberikan buffer. Tingkat NPF yang rendah (\~1,25%) serta gearing rendah (1,3x) memberi ruang ekspansi. Kenaikan beban bunga diperkirakan masih terjadi, tetapi efisiensi operasional dan pengembangan digital finance diharapkan mendukung profitabilitas. Prospek saham BFIN terlihat positif dengan pendapatan bunga yang kuat dan prospek dividen stabil (aset BFI tumbuh 4,7% tahun 2024).
6. PT Mandiri Tunas Finance (MTF)
Mandiri Tunas Finance (bersama Mandiri Utama Finance tergabung dalam Bank Mandiri Group) mencatat kinerja meningkat. **2023:** pendapatan Rp4,78 T, laba bersih Rp1,16 T. Total aset Des 2023 sebesar Rp29,72 T. **2024:** pendapatan naik menjadi Rp5,57 T (+16%), laba bersih sedikit naik menjadi Rp1,17 T. Total aset melonjak ke Rp34,42 T (termasuk kemungkinan penggabungan dengan Mandiri Utama Finance tahun ini). Kinerja MTF didukung pembiayaan otomotif dan multiguna kelompok usaha Mandiri. Data NPF, ROA/ROE tidak dipublikasi, tetapi pernyataan direksi menyebut Kualitas aset terjaga.
Prospek 2025, sebagai bagian Bank Mandiri, MTF diperkirakan memanfaatkan jaringan bank besar dan relasi korporasi. Mandiri Group menekan pembiayaan ke segmen risiko tinggi, fokus ke nasabah korporasi dan konsumer berpendapatan stabil. Permintaan KKB bisa melandai sesuai kondisi makro, namun MTF mengandalkan pendanaan yang murah dari Mandiri untuk menjaga margin. Perluasan segmen bisnis (misal pembiayaan alat berat, perdagangan) serta penguatan lini digital diharapkan meningkatkan efisiensi dan kinerja. Dengan rasio pembiayaan bermasalah yang cenderung rendah (OJK menyebut NPF MTF turun ke 0,7% pada 2022), prospek investasi MTF cukup menarik.
7. PT Indomobil Finance Indonesia (bagian Indomobil Multi Jasa)
Data khusus Indomobil Finance Indonesia (subsidiari Indomobil Multi Jasa) tidak tersedia publik. Indomobil Multi Jasa (IMJS) menyampaikan bahwa segmen pembiayaan (melalui Indomobil Finance) mencatat pertumbuhan moderat sejalan penjualan mobil dan alat berat Indomobil. Industri otomotif yang menurun dan tekanan suku bunga tinggi diperkirakan menahan ekspansi bisnis. Perusahaan kemungkinan fokus menurunkan NPF dan menjaga kualitas aset (Indomobil Finance tahun-tahun sebelumnya berfokus pada pembiayaan motor dan mobil bekas tertentu). Secara keseluruhan, prospek Indomobil Finance akan mengikuti tren grup otomotif (volume tidak tumbuh tinggi) namun didukung diversifikasi produk Indomobil (leasing motor, mobil bekas, alat berat).
8. PT Toyota Astra Financial Services (TAFS)
TAFS, pembiayaan captive Toyota Astra, mencatat kinerja positif. Pada Tahun 2023, laba bersih Rp690,33 M, naik 28% YoY. Perusahaan berhasil menyalurkan pembiayaan Rp23 T (naik 26% YoY) di tahun tersebut. Data lengkap aset/pendapatan tidak diumumkan, namun margin Toyota (Astra) memungkinkan ekspansi siginifikan tahun 2023. Sebagai pembiayaan roda empat terbesar Toyota, TAFS diuntungkan oleh loyalitas pelanggan Astra/Toyota.
Untuk, prospek 2025, TAFS diproyeksi menghadapi penurunan pasar mobil baru (4W) akibat suku bunga tinggi. Namun sebagai captive financer, TAFS dapat memaksimalkan pangsa pasar Toyota (penjualan 4W Astra \~10% tahun 2024) serta mengembangkan produk aftermarket dan asuransi. Kualitas portofolio selama ini baik (TAFS menjaga NPF rendah), namun OJK mewanti-wanti kenaikan NPL sektoral. Fokus ke efisiensi (digitalisasi aplikasi kredit, collection) dan bundling produk (misal cicilan motor Toyota) akan mendukung pertumbuhan TAFS.
9. PT Summit Oto Finance (SOF)
Data terakhir Summit Oto Finance (anak kelompok Summit Auto Group) terbatas. Tercatat, pada Tahun 2022 pendapatan yang dibukukan mencapai Rp1,90 T (naik 13% YoY) dan berhasil mencatat laba bersih Rp40,06 M (setelah sebelumnya rugi). Kenaikan pendapatan terutama dari pembiayaan konsumen. Jumlah ekuitas SOF tahun 2022 sekitar Rp3,82 T. Data 2023 belum dirilis ke publik (sebelum akuisisi BTPN). Indikasi industri otomotif yang melemah mungkin berdampak pada porsi transaksi SOF, khususnya jika fokus di sektor roda dua/bekas.
Untuk prospek 2025, SOF kini dalam proses akuisisi oleh BTPN, sehingga sumber daya permodalan dan jaringan diharapkan meningkat. Industri otomotif 2025 sulit, namun SOF berpotensi menggenjot segmen loyal (nasabah kendaraan bekas/gen 2-wheeler tertentu). Perbaikan NPF (saat ini belum dipublikasikan, tapi risiko konsumen menurun maka SOF perlu cadangan lebih) dan efisiensi operasional (digital payment, EDP fleets, dsb) akan menentukan keberhasilan di bawah payung baru BTPN.
10. PT Oto Multiartha (OTO)
Oto Multiartha (leasing kendaraan roda dua Sumitomo/Sinarmas) menunjukkan kinerja menurun akibat agresi ekspansi dan kenaikan biaya. Di Tahun 2022 pendapatan Rp1,84 T (turun 3,9% YoY) dan laba bersih Rp121,88 M (turun 77% YoY). Total aset 2022 mencapai Rp11,45 T (naik 6,9%). Penurunan laba 2022 dipicu penambahan cadangan kerugian penurunan nilai. Laporan 2023 Oto Multiartha belum tersedia; namun Grup otomotif cenderung berhati-hati.
Untuk prospek 2025, Oto Multiartha sudah diakuisisi oleh BTPN sehingga berpotensi membaik. Secara industri, pertumbuhan pembiayaan motor akan dipengaruhi penjualan motor (didorong permintaan long tail dan motor bekas). Dengan dukungan ekuitas baru dan akses ke dana Bank BTPN, diharapkan Oto Multiartha dapat memperbaiki ROA/ROE dan menurunkan beban bunga. Namun, tekanan NPF tetap risiko utama; marjin kredit motor akan sulit naik tajam karena kompetisi dan kepatuhan OJK. Fokus pada efisiensi penyaluran, digitalisasi aplikasi kredit, dan diversifikasi produk motor (misal pembiayaan sepeda listrik) akan menjadi kunci.