Senin, Juni 16, 2025
spot_img
BerandaMediaMomentum Bulan Ramadan 2025 Belum Bisa Angkat Penurunan Daya Beli Masyarakat

Momentum Bulan Ramadan 2025 Belum Bisa Angkat Penurunan Daya Beli Masyarakat

Di tengah bayang-bayang penurunan daya beli dan derasnya gelombang PHK, lanskap ekonomi rumah tangga di Jawa Timur semakin menunjukkan dinamika yang kompleks. Data dari BPS mengenai Pengeluaran untuk Konsumsi Rumah Tangga (2020–2023) dan Statistik Kesejahteraan Rakyat serta Jawa Timur dalam Angka (2020–2024) memberikan gambaran historis yang mendalam. Kini, tambahan informasi dari berbagai sumber terbaru, mulai dari website, media massa, hingga postingan sosial media, semakin memperkaya analisis ini.

Secara garis besar, pengeluaran per kapita untuk kebutuhan pokok seperti makanan dan sembako telah mengalami fluktuasi. Pada masa pandemi, terdapat lonjakan pengeluaran sekitar 8–10 persen yang kemudian disusul dengan penyesuaian konsumsi, di mana pengeluaran kebutuhan pokok mulai stabil atau menurun ringan atau sekitar 3–5 persen seiring penurunan daya beli masyarakat.

Di sisi lain, segmen pengeluaran untuk kebutuhan tambahan seperti pakaian, hiburan, wisata, serta pulsa dan paket data menunjukkan kenaikan nominal hingga 7–12 persen di beberapa periode, meskipun dengan pola yang tidak konsisten.

Data terbaru dari Bank Indonesia menunjukkan menurunnya daya beli masyarakat seiring dengan menurunnya indeks keyakinan konsumen pada Februari 2025.

Sementara itu, sesuai dengan data yang berhasil dihimpun dari berbagai media massa mengungkapkan bahwa tren penurunan daya beli semakin nyata. Sebagai contoh, Reuters melaporkan bahwa indeks keyakinan konsumen terus menurun dan pasar saham Indonesia terpukul, dengan penurunan signifikan dalam penjualan ritel yang menurun sekitar 0,5 persen secara tahunan pada Februari 2025.

Hal tersebut seiring data dari Liputan6 yang menyebutkan kontraksi dalam konsumsi rumah tangga yang berada di bawah pertumbuhan ekonomi. Menurut beberapa laporan, penurunan Indeks Harga konsumen (CPI) yang pernah tercatat 0,09 persen YoY pada Februari 2025 juga menunjukkan sinyal pelemahan permintaan domestik yang lebih mendalam.

Lebih jauh, dilansir dari data yang publikasi Kompas menunjukkan, bahwa konsumsi rumah tangga tetap menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi, menyumbang lebih dari 50 persen terhadap PDB, namun proyeksi daya beli pada 2025 masih harus diwaspadai karena berisiko tertekan akibat penurunan kelas menengah yang kini menyusut dari 21,5 persen pada 2019 menjadi 17,1 persen pada 2024.

Tak hanya itu, penelusuran yang dilakukan oleh Tim Riset Enciety Business Consult mengungkapkan penurunan drastis jumlah pemudik Lebaran 2025 hingga lebih dari 20 persen dibanding tahun sebelumnya, yang jelas mencerminkan melemahnya daya beli masyarakat.

Sementara upaya pemerintah untuk merangsang konsumsi melalui diskon tarif listrik, insentif perpajakan, dan subsidi berbagai kebutuhan dasar terus dilakukan, data terbaru juga menunjukkan bahwa strategi tersebut belum mampu mengimbangi tekanan ekonomi global.

Media sosial pun dipenuhi dengan kekhawatiran masyarakat, beberapa postingan di Instagram menyuarakan bahwa deflasi yang terjadi lebih dari sekadar efek kebijakan, namun juga mencerminkan keraguan publik terhadap kondisi ekonomi yang semakin rapuh.

Menyambung tren ini, prediksi untuk momen Ramadan 2025 dan Lebaran yang jatuh pada awal April tidak dipandang mampu mengangkat kembali daya beli masyarakat secara signifikan. Meskipun tradisi keagamaan biasanya mendorong peningkatan belanja, kondisi ekonomi yang tertekan—ditandai dengan penurunan keyakinan konsumen, kontraksi dalam penjualan ritel, dan menurunnya kelas menengah—menjadi penghambat utama. Bahkan, data dari Reuters menyoroti bahwa sektor ritel dan manufaktur harus siap menghadapi penurunan permintaan yang bisa berimbas pada efisiensi usaha dan bahkan PHK.

Secara keseluruhan, analisis gabungan data historis dan informasi terbaru menegaskan bahwa ekonomi rumah tangga di Jawa Timur tengah berada dalam posisi yang sangat rentan. Kebijakan musiman seperti diskon selama Ramadan mungkin hanya mampu memberikan suntikan sementara, namun tanpa langkah-langkah kebijakan struktural yang menyeluruh untuk meningkatkan daya beli dan mendorong penciptaan lapangan kerja, tren penurunan ini sulit diatasi.

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

Most Popular

Recent Comments