Pertumbuhan transportasi udara di Jawa Timur dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan dinamika yang signifikan, terutama pasca-pemulihan dari dampak pandemi COVID-19. Bandara Internasional Juanda, sebagai hub utama di wilayah ini, menjadi episentrum dari peningkatan arus penumpang dan kargo, didorong oleh revitalisasi sektor pariwisata, pengembangan infrastruktur nasional seperti Ibu Kota Nusantara (IKN), serta integrasi ekonomi regional.
Kehadiran maskapai baru Indonesia Airlines, yang berbasis di Singapura namun beroperasi dengan kantor di Jakarta, menambah kompleksitas pasar penerbangan Indonesia. Maskapai ini tidak hanya berpotensi memperluas jaringan rute internasional tetapi juga memicu persaingan dalam hal kualitas layanan, harga tiket, dan efisiensi logistik. Analisis ini mengungkap bagaimana pertumbuhan sektor udara Jawa Timur membuka peluang sekaligus tantangan bagi pemain baru, serta implikasinya terhadap masa depan industri penerbangan nasional.
Pandemi COVID-19 pada 2020–2021 menyebabkan penurunan drastis dalam aktivitas transportasi udara di Jawa Timur. Data BPS menunjukkan bahwa jumlah penumpang domestik yang berangkat dari bandara di Jawa Timur turun 57,13 persen pada 2020 dibandingkan tahun sebelumnya, sementara penumpang internasional merosot 83,21 persen. Namun, pemulihan mulai terlihat sejak 2022, dengan pertumbuhan penumpang domestik di Bandara Juanda mencapai 35,26 persen pada periode Januari–September 2023. Lonjakan ini sejalan dengan kebijakan pembukaan kembali destinasi pariwisata dan normalisasi perjalanan bisnis.
Pertumbuhan tidak hanya terjadi di sektor penumpang tetapi juga kargo. Pada 2022–2023, arus kargo dari Jawa Timur ke Kalimantan Timur meningkat 3,44 persen, mencapai 5,7 juta ton pada 2023. Pemulihan ini menunjukkan resiliensektor logistik yang menjadi tulang punggung distribusi komoditas antarwilayah.
Bandara Juanda memegang peran sentral dalam menghubungkan Jawa Timur dengan wilayah timur Indonesia, termasuk IKN. Pada 2023, bandara ini melayani 27 rute domestik, termasuk ke Balikpapan, Samarinda, dan Berau. Prestasinya sebagai Best Airport of 15 to 25 Million Passengers in Asia-Pacific pada 2023 mencerminkan kapasitas operasional yang unggul dalam menangani peningkatan lalu lintas.
Pertumbuhan arus penumpang di Juanda tidak lepas dari strategi pengembangan destinasi pariwisata Jawa Timur. Misalnya, kunjungan ke Bromo, Malang, dan Surabaya meningkat 20 persen pada 2023, mendorong permintaan tiket penerbangan. Selain itu, kebijakan open sky policy untuk rute tertentu memungkinkan maskapai menambah frekuensi penerbangan, seperti yang dilakukan Lion Air dan Garuda Indonesia pada rute Surabaya–Balikpapan.
Pada 2023, total penumpang domestik di Bandara Juanda mencapai 10,4 juta orang, dengan 85 persen di antaranya merupakan penumpang rute domestik. Pertumbuhan ini tidak hanya berasal dari pariwisata tetapi juga migrasi pekerja terkait pembangunan IKN. Data menunjukkan bahwa 17,07 persen peningkatan penerbangan dari Jawa Timur ke Kalimantan Timur pada 2023 berkorelasi dengan pergerakan tenaga konstruksi dan pejabat pemerintah.
Sementara itu, penumpang internasional masih dalam fase pemulihan. Pada 2023, jumlah penumpang internasional di Juanda baru mencapai 30% dari level pra-pandemi. Kendala utama termasuk lambatnya pemulihan rute internasional dan preferensi masyarakat terhadap destinasi regional seperti Singapura dan Malaysia.
Sektor kargo di Jawa Timur menunjukkan ketahanan yang lebih baik selama pandemi. Meskipun terjadi penurunan 59,03% pada muatan bagasi domestik pada 2020, pertumbuhan e-commerce dan kebutuhan distribusi cepat mendorong pemulihan. Pada 2023, muatan kargo domestik di Juanda mencapai 30,6 ribu ton, didominasi oleh pengiriman produk pertanian seperti bawang merah dan buah tropis, serta komponen industri.
Peningkatan signifikan juga terlihat pada kargo internasional, terutama ekspor produk manufaktur ke Singapura dan Malaysia. Namun, ketergantungan pada kargo udara masih terhambat oleh biaya operasional yang tinggi dibandingkan moda transportasi laut.
Pembangunan IKN di Kalimantan Timur telah menciptakan permintaan baru bagi sektor penerbangan. Data periode Januari 2022–Juli 2024 menunjukkan bahwa terdapat 11.565 penerbangan dari Jawa Timur ke Kalimantan Timur, mengangkut 1,7 juta penumpang. Rute ini didominasi oleh penerbangan berjadwal maskapai seperti Batik Air dan Sriwijaya Air, yang menambah frekuensi menjadi 4–5 kali sehari per rute.
Dampak ekonomi dari peningkatan konektivitas ini terlihat pada pertumbuhan 15,17 persen penumpang dan 3,44 persen kargo pada 2023. Sektor properti dan jasa di sekitar Bandara Juanda juga mengalami perkembangan, seperti pembangunan hotel transit dan pusat logistik terintegrasi.
Meski mengalami pertumbuhan, kapasitas Bandara Juanda mulai mendekati batas maksimal. Pada 2023, bandara ini melayani 25 juta penumpang per tahun, mendekati kapasitas desainnya yang hanya 25–30 juta. Untuk mengantisipasi lonjakan permintaan terkait IKN, otoritas bandara berencana membangun terminal tambahan dan memperluas apron pada 2025–2027.
Indonesia Airlines, yang didirikan pada Oktober 2022, mengusung model bisnis premium carrier dengan fokus pada layanan penumpang dan kargo kelas atas. Meski berkantor pusat di Singapura, maskapai ini mengklaim sebagai “maskapai nasional” dengan basis operasional di Jakarta. Keunikan ini menimbulkan spekulasi tentang struktur kepemilikan dan tujuan strategisnya.
Maskapai ini mengandalkan armada Airbus A320neo dan A330-900 untuk rute regional, dengan rencana membuka rute perdana Surabaya–Singapura dan Jakarta–Balikpapan pada kuartal III 2025. Penekanan pada layanan premium economy dan kargo bersuhu terkontrol (seperti produk farmasi) menjadi nilai jual utamanya.
Kehadiran Indonesia Airlines memicu beragam tanggapan. Di satu sisi, maskapai ini diharapkan dapat meningkatkan persaingan sehat, terutama dalam layanan penumpang prioritas dan kargo khusus. Di sisi lain, komunitas daring seperti Reddit mempertanyakan transparansi kepemilikan dan motif pendiriannya, dengan beberapa komentar menyindir potensi pencucian uang.
Keterkaitan dengan Singapura juga menimbulkan pertanyaan tentang komitmen maskapai terhadap pengembangan pasar domestik. Apakah Indonesia Airlines akan fokus pada rute internasional premium atau turut bersaing di rute domestik padat seperti Surabaya–Jakarta?
Indonesia Airlines berpotensi mengambil pangsa pasar dari maskapai existing seperti Garuda Indonesia dan Citilink, terutama pada rute prioritas seperti Surabaya–Singapura. Dengan menawarkan layanan premium economy yang lebih terjangkau dibandingkan Garuda, maskapai ini bisa menarik kalangan bisnis dan pelancong menengah atas.
Namun, tantangan utama adalah membangun loyalitas pelanggan di pasar yang sudah jenuh. Maskapai seperti Lion Air dan AirAsia telah mendominasi rute domestik dengan harga rendah, sementara Garuda menguasai segmen korporat. Untuk bertahan, Indonesia Airlines perlu menawarkan diferensiasi jelas, seperti fasilitas lounge eksklusif atau program frequent flyer yang kompetitif.
Indonesia Airlines berencana mengembangkan layanan kargo khusus untuk komoditas bernilai tinggi, seperti produk elektronik, farmasi, dan hasil pertanian premium. Ini sejalan dengan pertumbuhan ekspor Jawa Timur ke Singapura dan Malaysia, yang mencapai 12,1 juta ton kargo pada 2023. Jika berhasil, maskapai ini dapat mengurangi ketergantungan pada operator kargo tradisional seperti My Indo Airlines dan Cardig Air.
Namun, persaingan di sektor kargo udara semakin ketat. Maskapai seperti Sriwijaya Air Cargo dan Jhonlin Air Transport telah membangun jaringan logistik terintegrasi dengan fasilitas cold storage di bandara-bandara utama. Indonesia Airlines perlu berinvestasi dalam teknologi pelacakan real-time dan kemitraan dengan penyedia logistik lokal untuk bersaing.
Keberadaan Indonesia Airlines akan diuji oleh regulasi ketat pemerintah, seperti batasan tarif dasar pesawat (TBA) dan persyaratan single aviation market ASEAN. Kebijakan slot allocation di bandara utama seperti Juanda juga menjadi kendala, mengingat keterbatasan waktu lepas landas dan landas.
Selain itu, komitmen pemerintah mendukung pembangunan IKN bisa menjadi peluang bagi maskapai baru untuk terlibat dalam proyek logistik berskala besar. Namun, hal ini memerlukan koordinasi dengan BUMN seperti PT Angkasa Pura I dan Pelindo.
Tekanan global untuk mengurangi emisi karbon memaksa maskapai di Jawa Timur untuk berinovasi. Penggunaan bahan bakar berkelanjutan (SAF) dan optimalisasi rute menjadi keharusan. Indonesia Airlines, sebagai pendatang baru, memiliki kesempatan mengadopsi teknologi hijau sejak awal, seperti investasi dalam armada ramah lingkungan dan sistem manajemen emisi real-time.
Perkembangan transportasi udara di Jawa Timur pasca-pandemi menunjukkan tren positif, didorong oleh pemulihan pariwisata, pembangunan IKN, dan pertumbuhan logistik. Kehadiran Indonesia Airlines menambah dinamika persaingan, dengan potensi meningkatkan kualitas layanan dan efisiensi pasar. Namun, maskapai ini perlu mengatasi tantangan regulasi, infrastruktur, dan kepercayaan publik.
Ada beberapa rekomendasi strategis yang dapat dilakukan, pertama, peningkatan kapasitas Bandara Juanda melalui ekspansi infrastruktur. Kedua, kolaborasi antara maskapai baru dan pemain existing untuk optimasi rute. Ketiga, adalah penguatan regulasi untuk mencegah praktik bisnis tidak sehat. Lalu, yang keempat adalah investasi dalam teknologi hijau untuk mencapai target emisi nol bersih 2060. Dengan langkah-langkah ini, Jawa Timur dapat memperkuat posisinya sebagai gerbang logistik dan penumpang utama di Indonesia timur.