Indonesia telah memperkuat kerangka regulasi pertambangan melalui UU No. 3/2020, menggantikan UU No. 4/2009 dengan penegakan hukum yang lebih tegas dan penyederhanaan perizinan untuk menarik investasi. Pada 2023, produksi nikel primer mencapai 1,36 juta ton, atau sekitar 51% dari total produksi nikel dunia, menjadikan Indonesia pemain dominan dalam pasar mineral strategis global. Realisasi investasi langsung asing (FDI) di sektor pertambangan mencapai US$ 4,7 miliar pada 2023, menempatkan pertambangan sebagai sektor keempat terbesar dalam realisasi FDI nasional. Permintaan global akan mineral untuk baterai kendaraan listrik kian meningkat, terlihat dari pergantian investor pada proyek baterai EV senilai US$ 8,4 miliar di Indonesia, yang beralih dari LG Energy Solution ke Zhejiang Huayou Cobalt.
Sementara itu, jika ditinjau dari reformasi regulasi, UU No. 3/2020 merevisi UU No. 4/2009 dengan menambah 12 jenis tindak pidana baru dan memperkuat mekanisme perizinan untuk mempercepat proses investasi di sektor pertambangan. Pelaksanaan hilirisasi dan peningkatan nilai tambah diatur lebih rinci melalui Peraturan Pemerintah No. 25/2024, yang memperjelas tata cara implementasi hilirisasi mineral dan memudahkan investor memahami kewajiban serta haknya. Menurut International Trade Administration, meski regulasi baru meningkatkan kepastian hukum, kekhawatiran muncul terkait potensi penerbitan izin secara diskresioner yang dapat menurunkan transparansi dan kepercayaan investor.
Produksi nikel primer Indonesia melesat menjadi 1,36 juta ton pada 2023, menempatkan negara ini sebagai produsen nikel terbesar di dunia dengan pangsa pasar global 51%. Kapasitas penyulingan juga tumbuh pesat; pada Mei 2024 London Metal Exchange mengesahkan merek refined nickel Indonesia pertama, “DX-zwdx,” setelah produksi refined nickel mencapai 2,03 juta ton pada 2023. Data USGS mencatat lonjakan produksi mangan delapan kali lipat dan peningkatan 150% pada nikel matte sepanjang 2022, mencerminkan diversifikasi portofolio mineral nasional.
Ekspor nikel matte Indonesia didominasi oleh pasar Asia Timur, dengan nilai US$ 2,26 miliar ke Tiongkok dan US$ 1,28 miliar ke Jepang pada 2023, memperkuat ketergantungan pada rantai pasok regional. Sementara itu, ekspor ferro-nikel ke Tiongkok mencapai US$ 14,52 miliar, diikuti India dan Korea Selatan, menunjukkan peran penting mineral Indonesia dalam industri baja dan paduan global. Di tengah ketegangan di Laut Cina Selatan, Indonesia menandatangani nota kesepahaman keamanan maritim dengan Tiongkok, mencerminkan upaya menyeimbangkan kepentingan ekonomi dengan kedaulatan nasional.
Pelarangan ekspor bijih nikel dan bauksit mentah sejak 2020 dirancang untuk memacu pembangunan smelter domestik, yang diharapkan mendatangkan investasi lebih besar di sektor pengolahan mineral. Pemerintah menawarkan insentif fiskal, seperti pembebasan pajak hingga 20 tahun dan subsidi energi, yang telah menarik Tsingshan Holding Group menginvestasikan hampir US$ 10 miliar di Indonesia sejak 2015. GR No. 25/2024 memberikan kepastian operasional bagi pengusaha hilirisasi, sekaligus memperkuat transaksi nilai tambah dalam negeri. Namun, konsentrasi 75% kapasitas penyulingan nikel di tangan perusahaan Cina menimbulkan kekhawatiran bahwa keuntungan hilirisasi masih didominasi oleh investor asing.
Pertambangan menerima Foreign Direct Investment (FDI) sebesar US$ 4,7 miliar pada 2023, dengan porsi asing 52,4% dari total investasi nasional, menandakan kepercayaan pasar internasional pada sektor ini. Aturan saat ini memperbolehkan kepemilikan asing penuh di fase awal tetapi mewajibkan divestasi bertahap hingga 51% kepada pihak Indonesia berdasarkan nilai pasar wajar. Integrasi kerangka Environmental, Social, and Governance (ESG) internasional dalam perjanjian investasi dapat dilakukan untuk memperkuat citra Indonesia sebagai tujuan investasi berkelanjutan. Selain itu, perubahan tarif royalti yang dinilai netral oleh Fitch Ratings diperkirakan tidak mengurangi minat produsen besar, meski kekhawatiran atas potensi izin diskresioner tetap ada.
Implementasi garansi reklamasi sesuai Pasal 100 UU No. 3/2020 sering terhambat, mengakibatkan deforestasi dan degradasi lahan seluas 4,5 juta hektar dari total 11 juta hektar izin tambang di kawasan hutan. Praktik pasca tambang yang belum optimal memicu risiko erosi, pergeseran topografi, dan kerusakan habitat, sehingga memerlukan pengawasan lebih ketat dan alokasi sumber daya yang memadai untuk reklamasi ekosistem.
Permintaan nikel global diperkirakan tumbuh dari 3 juta ton pada 2023 menjadi 5–6 juta ton pada 2040, seiring percepatan transisi energi bersih, dengan Indonesia diproyeksikan menguasai 44% kapasitas refined nickel dunia pada 2030. Kawasan industri terintegrasi seperti Indonesia Morowali Industrial Park, yang menaungi 43 smelter dan investasi antara US$ 30–50 miliar, memperkuat infrastruktur hilirisasi dan menarik modal asing untuk pembangunan fasilitas baterai EV. Dengan regulasi yang kian kondusif, potensi cadangan nikel, tembaga, dan bauksit yang besar, serta tren hilirisasi, sektor pertambangan mineral Indonesia tetap relevan dan menjanjikan bagi investor, khususnya asing, yang mencari sumber bahan baku strategis untuk industri masa depan.
Sektor pertambangan mineral Indonesia sedang berada pada titik transformasi penting. Reformasi regulasi melalui UU No. 3/2020 dan turunannya telah menciptakan fondasi hukum yang lebih kuat, sementara kebijakan hilirisasi mendorong investasi smelter dan peningkatan nilai tambah domestik. Meskipun tantangan lingkungan dan konsentrasi kepemilikan smelter masih perlu diatasi, tren FDI yang bertumbuh dan prospek permintaan global untuk mineral kritis memastikan bahwa pertambangan mineral Indonesia masih sangat menarik sebagai sektor investasi—terutama bagi investor luar negeri yang menargetkan partisipasi dalam rantai pasok energi terbarukan dan kendaraan listrik.