Minggu, Mei 18, 2025
spot_img
BerandaMarketKelapa: Ketika Komoditas Rakyat Dikuasai Pasar Ekspor

Kelapa: Ketika Komoditas Rakyat Dikuasai Pasar Ekspor

Harga kelapa melonjak tajam di pasar domestik, bahkan mencapai Rp40.000/kg di beberapa daerah, menjadikannya bukan lagi komoditas murah yang mudah diakses masyarakat. Kenaikan ini bukan tanpa sebab. Kombinasi ekspansi besar-besaran ke pasar ekspor—terutama China dan Thailand—kemarau panjang, dan ketimpangan distribusi domestik telah menciptakan krisis harga dan pasokan.

Ekspor kelapa segar Indonesia ke China melonjak 146% pada kuartal pertama 2025 dibandingkan tahun sebelumnya, dengan nilai mencapai US$43,1 juta. Peningkatan ini dipicu oleh kebijakan General Administration of Customs of China (GACC) yang membuka akses pasar sejak November 2024 setelah Indonesia memenuhi syarat fitosanitari ketat.

Sementara itu, ekspor ke Thailand, meski masih di angka US$299.426, menunjukkan tren naik, terutama karena kebutuhan industri santan di negara tersebut. Aceh menjadi daerah kunci untuk memasok kelapa ke Thailand karena kedekatan geografis yang memangkas ongkos logistik.

Namun keberhasilan ini berimbas negatif ke dalam negeri. Di Jakarta, harga kelapa kupas melonjak hingga Rp21.000/kg, dan di pasar tradisional seperti Kramat Jati, harga parut menyentuh Rp18.000/kg.

Menteri Perdagangan Budi Santoso mengakui bahwa harga ekspor kelapa yang tinggi (Rp10.000–15.000/kg) menjadi insentif besar bagi eksportir untuk mengalihkan stok, mengurangi ketersediaan dalam negeri.

Kenaikan harga kelapa langsung menghantam dapur rakyat dan pelaku UMKM makanan-minuman yang sangat bergantung pada santan. Warung makan, katering rumahan, hingga industri camilan terpaksa mengurangi penggunaan santan segar atau beralih ke santan kemasan yang harganya ikut terkerek.

Komentar di Facebook Page Kabar Trenggalek menunjukkan kegelisahan nyata masyarakat:

“Karena kelapa diekspor ke Cina, makanya jadi mahal di negeri sendiri,”
tulis Nova Apriliati.
“Di Banyumas, mentok 7 ribu. Dari petani paling 4-5 ribu.
Bahkan 2020 ke bawah pernah gak laku, cuma 500–1.000 rupiah,”
keluh Ieied Van Persie, memperlihatkan kontras nilai yang diterima petani.
“Semenjak kelapa mahal, santan Kara mahal, jadi jarang masak pakai santan,”
ungkap Evi Tailor, menunjukkan dampak langsung ke pola konsumsi rumah tangga.

Bahkan, kelapa di Tuban pernah menembus Rp35.000 per butir, padahal petani hanya menerima Rp5.000–6.000.

“Petani dan pengonsumsi cuma dipermainkan tengkulak,” kritik Imam Suyani II.

Ekspor kelapa segar yang agresif juga mengancam pasokan bahan baku untuk industri olahan dalam negeri—dari minyak kelapa hingga santan kemasan. Padahal, menurut data Kementerian Perindustrian, nilai tambah produk olahan bisa mencapai 3–5 kali lipat dari kelapa segar.

Jika tren ini berlanjut, bukan tidak mungkin Indonesia akan kehilangan posisi sebagai eksportir produk turunan kelapa, dan hanya menjadi pemasok bahan mentah.

Pemerintah merespons dengan berbagai wacana: moratorium ekspor kelapa bulat, pengaturan kuota ekspor, dan peningkatan insentif bagi petani. Namun langkah konkret masih minim.

HIPKI mengusulkan moratorium 6 bulan ekspor kelapa bulat, yang dinilai dapat menambah pasokan domestik hingga 150.000 ton. Tapi hal ini berisiko mengganggu hubungan dagang internasional dan membuka celah bagi negara pesaing seperti Filipina.

Solusi jangka panjang memerlukan pendekatan holistik:

  • Diversifikasi pasar ekspor agar tidak bergantung pada China.
  • Investasi pengolahan dalam negeri untuk produk bernilai tambah.
  • Perbaikan infrastruktur logistik di wilayah penghasil seperti Aceh.
  • Kebijakan insentif dan pelatihan petani agar kualitas produksi sesuai standar ekspor tanpa mengorbankan pasokan nasional.

Lonjakan harga kelapa bukan sekadar soal pasokan dan permintaan. Ia mencerminkan ketimpangan struktural: petani yang terus tertekan harga rendah, eksportir yang berburu keuntungan pasar global, dan rakyat yang menjadi korban utama. Bila tidak diatur dengan cermat, kelapa—yang identik dengan keseharian kuliner Nusantara—bisa berubah menjadi barang mewah hanya karena permainan pasar yang tak berpihak pada rakyat.

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

Most Popular

Recent Comments