Sabtu, Maret 15, 2025
No menu items!
spot_img
BerandaMarketIPM, Disparitas dan Urbanisasi Pengaruhnya Pada Perekonomian Jatim

IPM, Disparitas dan Urbanisasi Pengaruhnya Pada Perekonomian Jatim

Di bawah langit biru Jawa Timur, terhampar kisah demografi yang memancarkan harapan dan tantangan. Provinsi ini tengah menikmati masa bonus demografi, di mana proporsi penduduk usia produktif (15-64 tahun) mencapai puncaknya, menawarkan peluang emas bagi percepatan pembangunan ekonomi dan sosial.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Timur menunjukkan tren peningkatan yang menggembirakan. Pada tahun 2024, IPM provinsi ini mencapai 75,35 poin, meningkat 0,938 poin persen dibandingkan tahun sebelumnya yang berada di angka 74,65 poin. Capaian ini menempatkan Jawa Timur dalam kategori “tinggi” dan melampaui rata-rata nasional yang sebesar 75,02 poin.

Peningkatan IPM ini didorong oleh perbaikan dalam tiga komponen utama. Pertama, Umur Harapan Hidup saat lahir meningkat menjadi 75,07 tahun dari sebelumnya 74,87 tahun. Kedua, Harapan Lama Sekolah naik menjadi 13,43 tahun dibandingkan 13,38 tahun pada tahun sebelumnya. Ketiga, Rata-rata lama Sekolah juga mengalami kenaikan menjadi 8,28 tahun dari 8,11 tahun di tahun sebelumnya.

Namun, di balik angka-angka tersebut, terdapat disparitas yang perlu mendapat perhatian. Kota Surabaya mencatat IPM tertinggi di Jawa Timur dengan skor 84,69, sementara Kabupaten Sampang berada di posisi terendah dengan IPM sebesar 66,72. Perbedaan ini mencerminkan kesenjangan dalam kualitas hidup antarwilayah yang perlu diatasi melalui kebijakan yang inklusif dan berkeadilan.

Bonus demografi yang tengah dinikmati Jawa Timur ibarat pedang bermata dua. Jika dikelola dengan bijak, ia dapat menjadi motor penggerak kemajuan. Namun, tanpa perencanaan dan implementasi kebijakan yang tepat, peluang ini bisa berlalu begitu saja. Oleh karena itu, investasi dalam pendidikan, kesehatan, dan penciptaan lapangan kerja menjadi kunci untuk memaksimalkan potensi ini demi kesejahteraan masyarakat Jawa Timur secara keseluruhan.

Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi dengan pertumbuhan ekonomi dan sosial yang dinamis di Indonesia. Meskipun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menunjukkan tren positif, kesenjangan antarwilayah masih menjadi tantangan besar dalam mencapai pemerataan pembangunan. Dengan melihat data IPM Jawa Timur dari 2010 hingga 2023, tampak bahwa pertumbuhan yang pesat di beberapa wilayah, seperti Surabaya dan Sidoarjo, tidak serta-merta dirasakan oleh daerah-daerah lain, terutama di wilayah Madura dan beberapa kabupaten di tapal kuda.

Provinsi Jawa Timur, sebagai salah satu motor penggerak perekonomian Indonesia, masih dihadapkan pada tantangan disparitas pembangunan antarwilayah. Indikator ketimpangan yang sering digunakan adalah Gini Ratio, yang mengukur kesenjangan pengeluaran penduduk. Pada Maret 2024, Gini Ratio Jawa Timur tercatat sebesar 0,372 poin, atau menurun 0,015 poin dibandingkan Maret 2023 yang besarnya mencapai 0,387 poin. Penurunan ini menunjukkan perbaikan, namun ketimpangan masih menjadi isu yang perlu diperhatikan.

Secara lebih rinci, terdapat perbedaan ketimpangan antara daerah perkotaan dan perdesaan. Menurut data yang dilansir dari Badan Pusat Statistik, Gini Ratio di perkotaan pada Maret 2024 adalah 0,387 poin, turun dari 0,404 poin pada Maret 2023. Sementara itu, di perdesaan, Gini Ratio menurun dari 0,337 poin menjadi 0,325 poin pada periode yang sama. Meskipun terjadi penurunan, angka-angka ini mengindikasikan bahwa ketimpangan di perkotaan lebih tinggi dibandingkan perdesaan.

Disparitas ini juga terlihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di berbagai kabupaten dan kota di Wilayah Provinsi Jawa Timur. Misalnya, Kota Surabaya memiliki IPM yang lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa kabupaten lainnya, menunjukkan adanya kesenjangan dalam kualitas hidup dan akses terhadap layanan dasar.

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

Most Popular

Recent Comments