Konflik Iran-Israel yang mengalami eskalasi signifikan pada tahun 2025 telah menciptakan gelombang dampak ekonomi yang meluas ke seluruh kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Pada bulan Juni 2025, konflik ini memasuki fase baru dengan terjadinya serangan langsung antara kedua negara, melibatkan pertukaran serangan rudal dan drone yang signifikan. Dampak ekonomi dari konflik ini tidak hanya terbatas pada kawasan Timur Tengah, tetapi juga mempengaruhi stabilitas ekonomi global dan hubungan perdagangan internasional.
Konflik Iran-Israel mengalami eskalasi dramatis pada Juni 2025, dengan harga minyak mentah Brent melonjak dari posisi di bawah USD 70 per barel menjadi USD 78,89 per barel, mencatat kenaikan 2,44 persen dalam satu hari perdagangan. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) juga mengalami kenaikan serupa sebesar 2,53 persen menjadi USD 75,71 per barel.
Konflik ini telah memicu kekhawatiran pasokan energi global, terutama mengingat Iran merupakan produsen minyak utama dan potensi penutupan Selat Hormuz yang dilalui 20% pasokan minyak global. Ketegangan geopolitik ini juga berkontribusi pada peningkatan volatilitas pasar keuangan dan inflasi global.
Sementara itu, volume dan nilai perdagangan bilateral Indonesia-Iran menurut data Kementerian Perdagangan RI, total perdagangan Indonesia-Iran mencapai USD 206,9 juta, dengan ekspor Indonesia ke Iran tercatat sebesar USD 195,1 juta dan impor dari Iran mencapai USD 11,7 juta. Indonesia mengalami surplus perdagangan sebesar USD 183,4 juta dengan Iran.
Produk ekspor utama Indonesia ke Iran meliputi komoditas kacang lainnya, segar atau kering dengan nilai USD 53,6 juta. Lalu ada komoditas sepeda motor dengan nilai USD 40,8 juta, ssam lemak monokarboksilat industri dengan nilai USD 18,4 juta, komoditas papan serat dari kayu dengan nilai USD 17,9 juta
dan komoditas suku cadang dan aksesoris kendaraan dengan nilai USD 8,7 juta.
Sebagai catatan, Indonesia aktif mengembangkan kerja sama perdagangan dengan negara-negara Gulf Cooperation Council (GCC) yang terdiri dari Arab Saudi, UAE, Kuwait, Qatar, Bahrain, dan Oman. Perundingan Indonesia-GCC Free Trade Agreement (I-GCC FTA) menargetkan pencapaian kesepakatan substantif pada akhir 2025.
Berdasarkan analisis Badan Kebijakan Perdagangan, kerja sama liberalisasi perdagangan Indonesia-GCC berpotensi meningkatkan ekspor Indonesia pada sektor peralatan elektronik dengan nilai 33,86%, lalu komoditas kulit dengan nilai 29,3%. Sedangkan untuk komoditas produk logam dengan nilai 28%. Lalu, untuk produsen lainnya, angkanya mencapai 27,7%.
Indonesia mencatatkan ekspor produk halal senilai USD 41,42 miliar untuk periode Januari-Oktober 2024[10]. Lima negara tujuan ekspor prioritas produk halal Indonesia adalah Malaysia, Turki, UAE, Thailand, dan Arab Saudi. Pasar Turki dan UAE menjadi hub perdagangan kawasan, sementara Arab Saudi dioptimalkan melalui ekosistem haji dan umroh terintegrasi.
Tercatat, sektor energi Indonesia juga mendapatkan imbas. Terutama ada indikasi kenaikan harga minyak dan subsidi energi. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mewaspadai dampak konflik Iran-Israel yang telah memicu lonjakan harga minyak lebih dari 8% dalam waktu singkat. Meski harga minyak telah terkoreksi ke level USD 75 per barel, ketegangan ini memiliki dampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia.
Pemerintah Indonesia dalam APBN 2025 menetapkan asumsi harga Indonesian Crude Price (ICP) rata-rata sebesar USD 82 per barel. Lonjakan harga minyak dunia berisiko membebani belanja subsidi energi pemerintah, meskipun pendapatan negara berpotensi meningkat dari serapan sektor migas.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memproyeksikan beberapa skenario dampak konflik. Sekurang-kurangnya, ada 2 skenario dampak yang bakal terjadi, diantaranya, skenario moderat. Jika konflik tetap terbatas pada Israel dan Iran, harga minyak diperkirakan stabil. Kemudian, harga minyak dapat melonjak melampaui USD 100 per barel jika AS terlibat langsung.
Kedua, skenario ekstrem. Penutupan Selat Hormuz dapat mendorong harga minyak hingga USD 130 per barel atau lebih. Berikutnya risiko skenario ini cenderung rendah karena Iran juga akan dirugikan secara ekonomi.
Analisis Dampak Investasi Asing di Indonesia
Indonesia masih menghadapi tantangan dalam menarik Foreign Direct Investment (FDI), terutama di sektor energi terbarukan di mana Indonesia menempati posisi ke-39 dari 40 negara dalam Renewable Energy Country Attractiveness Index (RECAI). Iklim investasi yang kurang kondusif masih menjadi kendala utama.
Konflik Iran-Israel berpotensi mempengaruhi arus investasi dari Timur Tengah ke Indonesia melalui beberapa mekanisme. Pertama, menghadirkan dampak Positif. Diversifikasi investasi dari kawasan Timur Tengah mencari stabilitas di Asia Tenggara, peningkatan investasi di sektor energi dan infrastruktur sebagai antisipasi volatilitas energi global. Kemudian, pertumbuhan investasi di sektor halal dan syariah yang mengalami ekspansi.
Selain dampak-dampak positif, jelas kejadian ini juga membawa dampak negatif. Diantaranya, ketidakpastian geopolitik mengurangi appetite investasi jangka pendek, Flight to quality menuju aset yang lebih aman dan yang terakhir peningkatan cost of capital akibat risk premium geopolitik.
Dampak Makroekonomi Indonesia
Konflik ini berkontribusi pada tekanan inflasi global melalui peningkatan harga energi dan gangguan rantai pasokan. Indonesia menghadapi risiko kombinasi tekanan harga dan kenaikan imbal hasil obligasi akibat faktor geopolitik dan kebijakan fiskal.
Ketidakpastian geopolitik dapat mempengaruhi stabilitas nilai tukar rupiah dan aliran modal asing. Penelitian menunjukkan hubungan positif signifikan antara stabilitas nilai tukar dan arus masuk FDI di negara-negara developing.
Sektor-Sektor Terdampak
1. Sektor Pariwisata. Indonesia menargetkan 249 ribu wisatawan asing dari kawasan Timur Tengah pada 2025, meningkat 6,4% dari tahun sebelumnya. Konflik Iran-Israel berpotensi mempengaruhi target ini melalui penurunan daya beli dan ketidakpastian perjalanan internasional.
2. Sektor Transportasi dan Logistik. Konflik telah mengganggu pengiriman di Laut Merah, menyebabkan peningkatan biaya freight laut dan waktu transit. Hal ini berdampak pada rantai pasokan global dan biaya impor Indonesia.
3. Sektor Manufaktur. Perusahaan di Indonesia yang memiliki operasi atau hubungan bisnis dengan kawasan Timur Tengah menghadapi gangguan operasional dan peningkatan biaya bahan baku.
Menghadapi tensi tinggi yang terjadi antara Iran dan Israel, ada beberapa rekomendasi jangka pendek yang dapat dilakukan. Pertama, manajemen Subsidi Energi. Pemerintah perlu mempersiapkan skenario peningkatan alokasi subsidi energi jika harga minyak terus meningkat. Kedua, diversifikasi Sumber Energi. Percepatan program energi terbarukan untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil impor. Ketiga, stabilisasi finansial. Bank Indonesia perlu memonitor tekanan inflasi dan mempertimbangkan respons kebijakan moneter yang tepat.
Sementara itu, untuk dapat tetap bertahan ditengah panasnya suhu timur tengah saat ini, ada beberapa rekomendasi Jangka Menengah yang dapat dilakukan. Pertama, penguatan kerja sama regional. Percepatan finalisasi I-GCC FTA untuk mengamankan akses pasar jangka panjang. Kedua, pengembangan produk halal. Ekspansi ekosistem produk halal untuk memanfaatkan pertumbuhan pasar di kawasan Timur Tengah. Kedua,reformasi iklim investasi. Perbaikan regulasi dan birokrasi untuk meningkatkan daya tarik investasi asing.
Konflik Iran-Israel yang mengalami eskalasi pada 2025 telah menciptakan dampak multidimensional terhadap hubungan ekonomi Indonesia-Timur Tengah. Meskipun nilai perdagangan bilateral relatif kecil, dampak tidak langsung melalui volatilitas harga energi, ketidakpastian investasi, dan gangguan rantai pasokan global sangat signifikan.
Indonesia perlu mengambil langkah proaktif dalam manajemen risiko ekonomi sambil tetap memanfaatkan peluang diversifikasi perdagangan dan investasi dari kawasan yang mencari stabilitas di tengah ketidakpastian geopolitik. Penguatan fundamental ekonomi domestik dan percepatan reformasi struktural menjadi kunci resiliensi Indonesia menghadapi gejolak geopolitik global.