Di balik lanskap ekonomi Jawa Timur yang kaya dan dinamis, tahun 2024 telah menorehkan kisah perdagangan internasional yang penuh lika-liku. Data dari Badan Pusat Statistik menyajikan simfoni angka, di mana pertumbuhan ekonomi mencapai 4,93 persen, namun nilai ekspor dan impor menari dalam irama yang kadang lembut, kadang keras, mencerminkan tantangan global sekaligus peluang inovasi.
Ritme Perdagangan 2024
Pada bulan Agustus 2024, ekspor Jawa Timur mencapai USD 2,33 miliar. Walaupun terjadi penurunan 3,36 persen dibanding bulan sebelumnya, angka ini mencatat kenaikan impresif sebesar 37,01 persen dibandingkan Agustus tahun sebelumnya, menandakan daya saing produk nonmigas yang mendominasi nilai ekspor provinsi Jawa Timur. Menjelang bulan November, nilai ekspor sedikit meredup menjadi USD 2,23 miliar atau turun 7,55 persen dibanding Oktober 2024. Meskipun, jika dibandingkan dengan November 2023 tercatat kenaikan 5,79 persen.
Menutup tahun, Desember 2024 menyaksikan ekspor turun lebih lanjut ke USD 2,10 miliar, dengan penurunan 5,69 persen dari bulan sebelumnya. Di sisi lain, impor melonjak 12,96 persen pada Desember, mencapai USD 2,77 miliar, menandakan adanya dinamika tersendiri dalam arus barang masuk yang mendukung kebutuhan industri domestik.
Tantangan Arus Perdagangan 2024
Di balik data statistik terdapat sejumlah tantangan yang menguji ketangguhan sektor perdagangan Jawa Timur. Beberapa diantaranya adalah, volatilitas sektor migas. Meskipun ekspor migas hanya menyumbang sebagian kecil dari total ekspor, fluktuasinya sangat mencolok. Pada Agustus 2024, sektor migas mengalami penurunan tajam sebesar 86,68 persen dibandingkan bulan sebelumnya, yang menandakan kerentanan terhadap perubahan harga dan permintaan internasional.
Tantangan kedua adalah ketergantungan pada nonmigas. Dengan kontribusi nonmigas mencapai lebih dari 96–99 persen dari total ekspor, setiap gangguan di pasar global atau perubahan preferensi konsumen dapat berdampak signifikan pada neraca perdagangan provinsi.
Ketiga, dinamika inflasi. Tingkat inflasi yang tercatat sebesar 1,51 persen pada Desember 2024 dan sedikit menurun menjadi 1,06 persen pada Januari 2025 mengindikasikan upaya pengendalian harga, meski juga mengungkapkan adanya tekanan struktural dalam biaya operasional yang harus dihadapi pelaku bisnis.