Kamis, Juli 10, 2025
spot_img
BerandaMediaDiversifikasi Sektor Migas Indonesia Hingga Impor dari Rusia

Diversifikasi Sektor Migas Indonesia Hingga Impor dari Rusia

Perkembangan sektor minyak dan gas Indonesia pada tahun 2025 menunjukkan dinamika yang menarik, terutama terkait hubungan bilateral dengan Rusia. Dikutip dari Bloomberg Technoz, 21 Mei 2025, Pertamina telah melakukan impor minyak Rusia melalui tender.Jelas langkah ini merupakan perkembangan signifikan dalam kerjasama Indonesia-Rusia di bidang migas. Sebelumnya, proyek kilang Grass Root Refinery (GRR) Tuban merupakan bagian dari kerjasama strategis, meskipun sempat tertunda dan diduga karena pengaruh ketegangan antara Rusia dan Ukraina mulai 2022, proyek ini dikabarkan akan memasuki keputusan investasi final yang ditargetkan pada akhir tahun 2025 ini. Sementara itu, Indonesia menghadapi tantangan kompleks dalam mempertimbangkan impor minyak dari Rusia di tengah dinamika geopolitik global serta upaya memenuhi kebutuhan energi dalam negeri.

Perkembangan Sektor Migas Indonesia di 2025

Salah satu perkembangan paling signifikan dalam sektor migas Indonesia adalah kerjasama antara PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) dan perusahaan migas Rusia, Rosneft. Berdasarkan pernyataan Direktur Utama PT KPI Taufik Aditiyawarman, keputusan investasi final (Final Investment Decision/FID) untuk proyek Grass Root Refinery (GRR) Tuban ditargetkan terealisasi pada kuartal 4 tahun 2025. Proyek ini diperkirakan membutuhkan investasi sebesar USD 23 miliar atau setara dengan Rp 377,84 triliun. Meskipun proyek ini telah dicanangkan sejak 10 tahun lalu, hingga kini belum terbangun dan diperkirakan akan mengalami peningkatan biaya dari perkiraan awal.

Kilang minyak Tuban direncanakan memiliki kapasitas pengolahan 300.000 barel per hari (bph), yang akan memberikan kontribusi signifikan terhadap kapasitas produksi nasional. Sebagai perbandingan, Pertamina Hulu Rokan direncanakan berkontribusi sekitar 165 ribu barel per hari untuk mendukung target produksi nasional. Proyek GRR Tuban telah disahkan sebagai Proyek Strategis Nasional melalui Peraturan Presiden Nomor 109 tahun 2020, yang menegaskan signifikansinya dalam strategi energi nasional.

Data BPS menunjukkan bahwa nilai impor Indonesia pada Maret 2025 mencapai USD 18,92 miliar, naik 0,38% secara bulanan. Kenaikan ini didorong oleh sektor migas yang memberikan andil 1,38%. Nilai impor migas tercatat sebesar USD 3,13 miliar atau naik 9,07% secara bulanan, meskipun secara tahunan impor migas justru mengalami penurunan sebesar 5,98%. Tren ini menunjukkan fluktuasi dalam ketergantungan Indonesia terhadap impor migas.

Implikasi pada Sistem Tata Kelola Minyak Mentah Indonesia

Pembentukan perusahaan patungan PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PRPP) mencerminkan evolusi dalam tata kelola migas Indonesia yang semakin terbuka terhadap kerjasama internasional. Dalam struktur kepemilikan, PT Kilang Pertamina Internasional menguasai 55% saham PRPP, sedangkan 45% sisanya dikuasai oleh afiliasi Rosneft di Singapura. Model joint venture ini menawarkan akses terhadap teknologi dan modal asing sambil mempertahankan kendali nasional atas aset strategis.

Proses pengambilan keputusan dalam tata kelola migas Indonesia menjadi semakin kompleks dengan adanya pertimbangan geopolitik. Meskipun terdapat peluang untuk membeli minyak dari Rusia dengan harga yang mungkin lebih kompetitif, pemerintah Indonesia perlu melakukan analisis biaya-manfaat (cost benefit analysis) yang komprehensif. Keputusan ini tidak hanya berdasarkan pertimbangan ekonomi, tetapi juga implikasi terhadap hubungan diplomasi dengan Amerika Serikat dan negara-negara Barat yang telah menerapkan sanksi terhadap Rusia.

Meskipun China masih menjadi negara asal utama impor Indonesia dengan kontribusi 39,96% terhadap total impor non-migas, upaya diversifikasi sumber energi terus dilakukan termasuk dengan mempertimbangkan impor dari Rusia. Diversifikasi ini merupakan bagian dari strategi ketahanan energi nasional.

Investasi sebesar USD 23 miliar untuk proyek GRR Tuban berpotensi memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia, terutama dalam hal penciptaan lapangan kerja. Industri hulu migas merupakan salah satu penggerak ekonomi Indonesia dengan tingkat penyerapan tenaga kerja yang cukup besar. Studi menunjukkan bahwa perubahan jumlah tenaga kerja di perusahaan hulu migas dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dan nilai investasi migas, sementara fluktuasi harga minyak dunia tidak secara langsung berpengaruh.

Pembangunan kilang baru di Tuban dengan kapasitas 300.000 barel per hari akan memperkuat infrastruktur energi nasional. Hal ini akan mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor produk minyak jadi dan meningkatkan ketahanan energi. Lokasi Tuban dipilih dengan mempertimbangkan berbagai faktor, baik aspek geografi maupun potensi ekonomi di Jawa Timur.

Impor migas tetap menjadi komponen signifikan dalam neraca perdagangan Indonesia. Pada Maret 2025, meskipun nilai impor migas naik 9,07% secara bulanan, secara tahunan justru mengalami penurunan 5,98%. Penurunan tahunan ini mungkin mencerminkan upaya Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada impor migas, yang berdampak positif pada neraca perdagangan.

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

Most Popular

Recent Comments