Konflik Iran-Israel yang berlangsung sejak Oktober 2023 telah menciptakan gejolak signifikan di pasar komoditas global, termasuk minyak kelapa sawit mentah (CPO). Harga CPO mengalami lonjakan tajam akibat kekhawatiran pasokan energi global dan volatilitas harga minyak mentah yang mempengaruhi seluruh sektor komoditas.
Perang Israel-Iran telah memicu kenaikan dramatis harga CPO di pasar global. Pada Juni 2025, harga CPO di Bursa Malaysia untuk kontrak pengiriman Agustus mencapai MYR 3.927/ton, melonjak 2,29% dalam sehari dan menjadi yang tertinggi sejak awal Juni. Sepanjang minggu tersebut, harga CPO menguat meski tipis sebesar 0,26%.
Konflik di Timur Tengah mempengaruhi harga CPO melalui beberapa jalur. Pertama, kenaikan harga minyak mentah. Harga minyak dunia melonjak hingga 7% dalam sepekan, dengan Brent crude mencapai USD 74,23 per barel dan WTI USD 72,98 per barel. Lonjakan ini menciptakan sentimen positif untuk komoditas energi alternatif termasuk minyak sawit.
Kedua, gangguan jalur perdagangan. Serangan terhadap kapal-kapal di Laut Merah oleh kelompok Houthi yang didukung Iran mengganggu rute perdagangan vital, meningkatkan biaya logistik dan asuransi. Ketiga, flight to commodity. Investor beralih ke komoditas sebagai safe haven di tengah ketidakpastian geopolitik, mendorong permintaan spekulatif terhadap CPO.
Berdasarkan data perdagangan terbaru Juni 2025, harga CPO KPBN Inacom mencapai Rp 13.328/kg untuk franco Belawan & Dumai, turun Rp 15/kg dari tender sebelumnya. Sedangkan untuk bursa Malaysia per Juni 2025 Kontrak Agustus 2025 mencapai RM 3.906/ton, turun 0,48% dalam perdagangan harian. Proyeksi 2025 menegaskan, trading economics memperkirakan harga CPO mencapai 4.643,60 MYR/MT pada akhir kuartal kedua 2025.
Ada beberapa faktor pendukung kenaikan harga. Pertama, defisit pasokan global. Produksi CPO mengalami penurunan akibat kondisi cuaca El Niño dan praktik pemupukan yang minim. Kedua, peningkatan permintaan biodiesel. Program biodiesel B40 di Indonesia meningkatkan konsumsi domestik CPO. Ketiga, ketegangan geopolitik. Konflik Iran-Israel menciptakan premium risiko pada komoditas energi.
CPO diolah menjadi berbagai produk turunan dengan nilai tambah tinggi. Berikut beberapa kaegori produk turunan dari CPO. Kategori industri pangan, diantaranya minyak goreng, margarin, shortening dan vegetable ghee. Untuk kategori industri oleokimia, diantaranya fatty acids, fatty alcohol, glycerin dan biodiesel. Sedangkan untuk kategori industri lainnya, ada berbagai produk seperti sabun dan produk pembersih, lalu produk kosmetik dan perawatan kulit, serta pelumas industri.
Dampak kenaikan harga CPO tidak hanya mendatangkan nilai positif bagi dunia industri, tetapi juga mendatangkan tantangan. Diantaranya, inflasi harga konsumen. Kenaikan harga CPO akan mentransmisi ke produk turunan, berpotensi meningkatkan inflasi domestik. Kedua, margin industri hilir. Perusahaan pengolah CPO mengalami tekanan margin akibat kenaikan biaya bahan baku. Ketiga, substitusi produk. Konsumen beralih ke minyak nabati alternatif yang lebih murah.
Sementara itu, ada beberapa pihak yang diuntungkan dari kenaikan harga CPO. Diantaranya adalah perusahaan perkebunan sawit terbesar. Berdasarkan kinerja 2024, perusahaan sawit yang paling diuntungkan adalah PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG), dengan laba Rp 3,12 triliun. Kedua, PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP), dengan laba Rp 1,55 triliun. Ketiga adalah PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP), dengan laba Rp 1,48 triliun. Kemudian ada PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMAR) dengan catatan laba Rp 1,29 triliun. Selanjutnya adalah PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dengan catatan laba Rp 1,15 triliun.
Emiten yang memiliki profil tanaman berumur prima dan perkebunan terintegrasi mendapat keuntungan maksimal dari kenaikan harga CPO. Perusahaan dengan eksposur ekspor yang besar juga diuntungkan dari penguatan harga global.
Indonesia sebagai produsen CPO terbesar dunia dengan pangsa 45,5 juta metrik ton (83% produksi global bersama Malaysia) mendapat keuntungan signifikan dari kenaikan harga ekspor. Sektor ini menyediakan lapangan kerja bagi 16 juta tenaga kerja.
Prediksi dan Outlook CPO ke Depan
Menurut data-data yang dihimpun dari berbagai macam sumber, dapat dirumuskan proyeksi harga jangka menengah. Pada 2025, Malaysia Rating Corporation, (MYR) 4.600/ton rata-rata. Kemudian ada Kenanga Research (MYR) 4.200/ton rata-rata, selanjutnya Trading Economics 4.926,35 (MYR/MT) dalam 12 bulan. Pada 2026, diprediksi Kenanga Investment Bank RM 4.000/ton. Potensi kenaikan 15% jika implementasi biodiesel B50.
Tercatat, ada beberapa faktor pendukung jangka panjang dalam tumbuh kembangnya komoditas CPO kedepan. Pertama, Program Biodiesel Nasional. Implementasi B40 pada 2025 dan target B50 pada 2026 akan meningkatkan konsumsi domestik CPO secara signifikan. Kedua, Pemulihan Produksi. Berakhirnya El Niño pada Mei 2025 diperkirakan meningkatkan produksi CPO sekitar 3,9%. Faktor ketiga, permintaan global. Pertumbuhan konsumsi di negara berkembang dan sektor biofuel tetap kuat.
Risiko dan tantangan yang dihadapi oleh komoditas CPO ini antara lain volatilitas geopolitik. Eskalasi konflik Iran-Israel dapat mempertahankan premium risiko pada komoditas. Kedua, kebijakan Perdagangan. Tarif impor AS dan perang dagang dapat mengganggu rantai pasokan global. Ketiga, tekanan lingkungan. Kampanye negatif dan regulasi keberlanjutan dapat membatasi ekspansi. Keempat adalah kompetisi Minyak Nabati*: Harga minyak kedelai dan kanola yang lebih kompetitif dapat mengurangi pangsa pasar CPO.
Rekomendasi Strategis
Optimalisasi program biodiesel. Percepatan implementasi B40 dan persiapan B50 untuk meningkatkan konsumsi domestik. Stabilisasi kebijakan ekspor, evaluasi tarif ekspor untuk menjaga daya saing CPO Indonesia di pasar global. Investasi infrastruktur. Pengembangan fasilitas pengolahan hilir untuk meningkatkan nilai tambah.
Untuk pelaku industri CPO, ada beberapa rekomendasi strategis yang dapat dilakukan. Salah satunya adalah diversifikasi produk. Pengembangan produk turunan bernilai tinggi untuk mengurangi ketergantungan pada CPO mentah. Berikutnya adalah manajemen risiko. Implementasi strategi hedging untuk mengelola volatilitas harga. Strategi berikutnya adalah sertifikasi berkelanjutan. Percepatan adopsi ISPO untuk memenuhi standar internasional.
Konflik Iran-Israel telah menciptakan dinamika baru dalam pasar CPO global, memberikan momentum positif bagi Indonesia sebagai produsen terbesar dunia. Namun, sustainability jangka panjang memerlukan strategi komprehensif yang menggabungkan pemanfaatan momentum harga tinggi dengan investasi dalam keberlanjutan dan nilai tambah industri.