Tahun 2025 menjadi periode krusial sekaligus ujian nyata bagi visi infrastruktur pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Di balik gaung besar keberlanjutan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan program ambisius 3 Juta Rumah, data menunjukkan bahwa 2025 adalah tahun konsolidasi yang diwarnai oleh pengetatan ikat pinggang fiskal dan lambatnya eksekusi anggaran. Menjelang tutup tahun, realisasi fisik dan belanja infrastruktur masih berjuang mengejar target, sementara optimisme mulai digeser ke tahun 2026 dengan strategi pembiayaan yang lebih kreatif.
Sepanjang tahun 2025, mesin pembangunan infrastruktur nasional tidak melaju secepat yang diperkirakan. Data Kementerian Keuangan hingga September 2025 menunjukkan angka yang cukup mengkhawatirkan, realisasi anggaran infrastruktur baru menyentuh Rp142,1 triliun, atau hanya 35,32% dari total pagu jumbo sebesar Rp402,4 triliun.
Wakil Menteri Keuangan RI dalam laporannya mengakui lambatnya serapan ini, yang sebagian besar dipengaruhi oleh proses administrasi masa transisi dan kebijakan efisiensi ketat yang diterapkan di berbagai kementerian.
Kondisi serupa terjadi di proyek etalase negara, Ibu Kota Nusantara (IKN). Otorita IKN (OIKN) melaporkan bahwa hingga 21 November 2025, realisasi anggaran baru mencapai Rp4,99 triliun atau 55,9% dari pagu Rp8,92 triliun. Kepala OIKN, menyebutkan bahwa keterlambatan ini dipicu oleh persetujuan tambahan anggaran yang baru cair pada September 2025, memaksa pemerintah untuk mengebut kontrak-kontrak baru, termasuk pembangunan infrastruktur legislatif dan yudikatif, di sisa waktu dua bulan terakhir tahun ini.
Fokus Pembangunan, Pangan, Air, dan Hunian
Meskipun serapan melambat, arah kebijakan infrastruktur 2025 di bawah komando Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan RI, menunjukkan pergeseran prioritas yang tajam. Tidak lagi sekadar konektivitas jalan tol, infrastruktur kini diletakkan sebagai fondasi kedaulatan pangan dan energi.
Dalam International Conference on Infrastructure (ICI) 2025, Menko menegaskan lima pilar strategis baru, Infrastructure for Food and Water Security, energi bersih, konektivitas yang adil, kota layak huni, dan reformasi pembiayaan.
Ada beberapa realisasi di lapangan mendukung narasi ini, diantaranya ketahanan pangan, pembangunan bendungan mencatat progres 64,4% dari target 15 unit, sementara jaringan irigasi baru mencapai 34,7% dari target 216.000 hektare. Berikutnya adalah perumahan, program strategis perumahan rakyat, termasuk dukungan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), telah merealisasikan 158.000 unit rumah per September 2025 dengan serapan anggaran Rp18,8 triliun.
Tantangan Sepanjang 2025, Efisiensi dan Tekanan Ekonomi
Tahun 2025 diwarnai oleh tantangan berat yang menekan sektor konstruksi. Efisiensi anggaran. Kebijakan pemangkasan belanja pemerintah untuk menjaga kesehatan fiskal berdampak langsung pada sektor pendukung. Studi menunjukkan pemangkasan belanja perjalanan dan operasional hingga Rp306 triliun turut memukul sektor perhotelan dan pariwisata yang bergantung pada infrastruktur pendukung.
Transisi birokrasi, perubahan nomenklatur dan kepemimpinan di kementerian teknis pada awal pemerintahan baru menyebabkan bottleneck administratif, terlihat dari baru disepakatinya anggaran tambahan IKN di Q3 2025.
Kesenjangan wilayah. Distribusi material dan tenaga kerja terampil masih menjadi isu klasik, terutama untuk proyek-proyek di luar Jawa, yang menghambat percepatan konstruksi di daerah terpencil.
Prospek 2026, Optimisme di Angka 6 Persen
Menatap 2026, para ahli dan pelaku industri memproyeksikan rebound yang moderat namun stabil. Industri konstruksi diperkirakan tumbuh di kisaran 4,5% hingga 6%.
Prof. Danang Parikesit, Guru Besar UGM, memprediksi tahun 2026 akan menjadi titik balik dengan berjalannya proyek-proyek batu penjuru baru. “Pertumbuhan ini akan ditopang oleh proyek IKN yang makin masif, infrastruktur pertanian, dan yang paling krusial adalah proyek 3 juta rumah dengan estimasi nilai pasar Rp240 triliun,” ujar Danang.
Namun, ada satu perubahan fundamental, yaitu uang negara tidak lagi menjadi satu-satunya andalan.
Pemerintah diprediksi akan semakin agresif mendorong skema Public Private Partnership (KPBU). Dengan target pertumbuhan ekonomi nasional 8% di 2029, beban infrastruktur tidak mungkin lagi ditumpu sepenuhnya oleh APBN. Sektor swasta, khususnya di bidang energi terbarukan, pusat data, dan kawasan industri, akan mengambil porsi lebih besar, dengan proyeksi nilai konstruksi nasional melonjak 6,5% pada 2026 menjadi Rp331,5 triliun.
Tahun 2025 boleh jadi tercatat sebagai tahun napas pendek bagi infrastruktur Indonesia, tahun di mana realisasi tertahan oleh transisi dan konsolidasi. Namun, fondasi yang diletakkan pada prioritas dasar (pangan, air, papan) menjanjikan struktur pertumbuhan yang lebih fundamental di 2026, asalkan pemerintah mampu mengatasi hambatan birokrasi dan sukses menggandeng swasta untuk berbagi beban pembiayaan.


