Kamis, November 13, 2025
spot_img
BerandaMediaProyeksi Kredit Perbankan 2025 Turun & Kompleksnya Kondisi Perekonomian Domestik

Proyeksi Kredit Perbankan 2025 Turun & Kompleksnya Kondisi Perekonomian Domestik

Bank Indonesia (BI) resmi merevisi target pertumbuhan kredit perbankan 2025, turun signifikan dari proyeksi awal 11%-13% menjadi 8%-11%. Keputusan strategis ini diumumkan oleh Gubernur Bank Indonesia dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI pada 12 November 2025, mencerminkan realitas kondisi ekonomi domestik yang lebih kompleks dari ekspektasi awal tahun.

Data terkini menunjukkan pertumbuhan kredit perbankan masih tertinggal dari target. Hingga September 2025, pertumbuhan kredit baru mencapai 7,7% secara year-on-year, meningkat tipis dari 7,56% pada Agustus 2025. Dalam rupiah, penyaluran kredit industri perbankan mencapai Rp8.163 triliun, naik dibandingkan posisi setahun lalu Rp7.579 triliun.

Proyeksi BI mengindikasikan, jika momentum pertumbuhan terus terjaga di kuartal keempat, angka akhir tahun berkisar 8%-11% masih bisa dicapai. Namun, kesuksesan ini akan mengandalkan akselerasi signifikan dalam tiga bulan terakhir tahun ini, mempertimbangkan basis yang masih terbilang moderat di September.

Salah satu fokus utama BI dalam penjelasan perlambatan pertumbuhan kredit adalah fenomena undisbursed loan yang mencapai 35%, meningkat dari 22,54% per September 2025 berdasarkan data nilai nominal Rp2.374,8 triliun. Peningkatan ini menciptakan paradoks menarik dalam analisis permintaan kredit.

Undisbursed loan atau yang juga disebut kredit menganggur mewakili fasilitas kredit yang telah disetujui bank namun belum dicairkan oleh nasabah. Tingginya angka ini, menurut Gubernur BI sebenarnya menunjukkan bahwa permintaan pembiayaan dari sektor riil masih kuat. Kebesaran plafon kredit yang belum ditarik menjadi potensi pertumbuhan di masa depan, terutama jika kondisi ekonomi membaik dan kepercayaan pelaku usaha meningkat.

Namun, interpretasi lain dari tingginya undisbursed loan lebih mencerminkan sikap wait and see (menunggu dan melihat) yang masih dominan di kalangan pelaku usaha. Mereka telah menyiapkan fasilitas kredit sebagai opsi likuiditas, namun belum berani melakukan drawdown penuh karena ketidakpastian kondisi ekonomi global dan volatilitas pasar.

Rincian pertumbuhan per segmen penggunaan mengungkap dinamika yang heterogen di dalam industri perbankan. Kredit investasi menjadi bintang dengan pertumbuhan 15,18% year-on-year, jauh melampaui segmen lainnya. Pertumbuhan ini didorong oleh semakin membaiknya kepercayaan sektor korporasi terhadap prospek bisnis, terutama di proyek-proyek infrastruktur dan ekspansi kapasitas produksi.

Di sisi lain, kredit modal kerja hanya tumbuh 3,37% year-on-year, mencerminkan keseganan pelaku usaha untuk melakukan ekspansi operasional. Kredit konsumsi menunjukkan pertumbuhan sedang sebesar 7,42%-7,46% year-on-year, selaras dengan konsolidasi daya beli masyarakat pasca periode liburan dan musiman.

Segmentasi ini mengisyaratkan bahwa pertumbuhan kredit dipimpin oleh sektor korporasi besar dengan investasi jangka panjang, sementara segmen UMKM dan usaha skala menengah masih menghadapi kendala struktural.

Gubernur BI mengidentifikasi faktor-faktor dari sisi permintaan sebagai kendala utama: sikap pelaku usaha yang masih bersifat wait and see, optimalisasi pembiayaan internal oleh korporasi, dan suku bunga kredit yang relatif tinggi. Bank Indonesia mencatat suku bunga kredit perbankan masih berada di level 9,16% pada Juni 2025, meskipun telah menurun dari periode sebelumnya.

Dengan BI-Rate yang dipertahankan pada 4,75% sejak Oktober 2025, spread antara suku bunga acuan dan suku bunga kredit tetap lebar. Hal ini menciptakan beban biaya yang signifikan bagi peminjam, khususnya UMKM yang lebih sensitif terhadap perubahan biaya pembiayaan.

Dari sisi penawaran, kapasitas pembiayaan perbankan justru masih memadai. Rasio AL/DPK mencapai 29,29% dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 11,18% year-on-year, menunjukkan likuiditas industri tetap terjaga. LDR (Loan to Deposit Ratio) pada September 2025 berada di level sehat 84,19%, masih dalam kisaran prudensial (78%-92%).

Menariknya, meski pertumbuhan kredit melambat, kinerja profitabilitas perbankan tetap stabil. Net Interest Margin (NIM) perbankan tercatat 4,58% dan Return on Assets (ROA) 2,53% pada September 2025. Angka-angka ini menunjukkan manajemen risiko yang baik dan efisiensi operasional yang terjaga.

Kualitas kredit juga tetap solid dengan rasio Non-Performing Loan (NPL) gross sebesar 2,24% dan NPL net 0,87% per September 2025, jauh di bawah threshold riskiness. Hal ini mengindikasikan bahwa perlambatan pertumbuhan merupakan keputusan strategis bank untuk menjaga kualitas portofolio, bukan akibat meningkatnya kredit bermasalah.

Sementara kredit korporasi tumbuh 11,53% year-on-year, kredit UMKM hanya mencapai pertumbuhan 0,23% per September 2025. Angka ini menjadi red flag bagi policymaker, mengingat UMKM menyerap sebagian besar tenaga kerja dan menjadi tulang punggung ekonomi lokal.

Wakil Menteri UMKM dalam kesempatan terpisah mengungkapkan bahwa 69,5% UMKM belum mampu mengakses kredit perbankan. Faktor-faktor yang menjadi hambatan meliputi status Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang belum memadai, kurangnya agunan, dan tingginya suku bunga. Ironisnya, survei menunjukkan 43,1% UMKM masih menyatakan membutuhkan kredit untuk ekspansi dan peningkatan produktivitas.

Risiko kredit UMKM juga secara konsisten lebih tinggi. NPL UMKM pada Februari 2025 tercatat 4,15%, jauh lebih tinggi dari NPL non-UMKM 1,76%. Rasio ini terus meningkat sepanjang tahun, mencapai 4,52% pada Juli 2025, tertinggi dalam 12 bulan terakhir.

Dalam merespons tantangan pertumbuhan kredit, Gubernur BI menekankan pentingnya koordinasi antara kebijakan moneter dan fiskal untuk mendorong pertumbuhan kredit dari sisi permintaan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menegaskan bahwa perlambatan bersifat siklikal, bukan pelemahan struktural jangka panjang.

Pemerintah telah mengumumkan lima paket stimulus ekonomi yang mencakup diskon biaya transportasi, keringanan tarif jalan tol, dan perluasan program bantuan sosial. Selain itu, kebijakan penempatan dana pemerintah senilai Rp200 triliun di beberapa bank besar dirancang untuk meningkatkan likuiditas dan mendorong penyaluran kredit produktif.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 sebesar 5,1%-5,2% diharapkan dapat menjadi tailwind bagi pemulihan permintaan kredit menjelang akhir tahun. Meski pertumbuhan ekonomi moderate dibanding target awal, momentum positif dari belanja pemerintah dan konsumsi rumah tangga diperkirakan dapat meningkatkan kepercayaan bisnis.

Outlook 2026, Harapan Percepatan yang Lebih Kuat

Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan kredit akan meningkat lebih signifikan pada 2026, melampaui rentang 8%-11% di 2025. Anggapan ini didasarkan pada asumsi normalisasi dampak faktor eksternal dan penguatan sentimen pasar yang lebih sehat.

Namun, pencapaian proyeksi pertumbuhan kredit 8%-11% pada 2025 akan menjadi test case penting bagi koordinasi kebijakan dan kepemimpinan perbankan dalam menavigasi dinamika ekonomi yang kompleks. Tiga bulan terakhir 2025 akan menentukan apakah undisbursed loan yang tinggi benar-benar bisa dikonversi menjadi kredit realisasi, atau hanya menjadi manifestasi dari sikap wait and see yang masih mengakar di kalangan pelaku usaha.

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

Most Popular

Recent Comments