Senin, Desember 22, 2025
spot_img
BerandaMarketPengguna Paylater di 2025 Capai 30 Juta Orang dengan Total Nilai Transaksi...

Pengguna Paylater di 2025 Capai 30 Juta Orang dengan Total Nilai Transaksi USD 8,84 Miliar

Sepanjang tahun 2025 hingga 19 Desember, layanan Buy Now Pay Later (BNPL) atau paylater telah menjadi fenomena finansial yang mendominasi perilaku konsumsi digital di Indonesia. Data dari Otoritas Jasa Keuangan menunjukkan pertumbuhan yang spektakuler namun juga penuh dengan peringatan risiko sistemik. Artikel ini menghadirkan analisis mendalam tentang perputaran uang paylater, pertumbuhan transaksi, dampak ekonomi, dan tantangan regulasi.

Outstanding Paylater Melempar Rp36+ Triliun

Data terkini dari OJK menunjukkan perputaran uang paylater yang terus meningkat sepanjang 2025. Pada Oktober 2025, outstanding mencapai Rp36,58 triliun (gabungan perbankan dan multifinance). Perbankan, Rp24,33 triliun (pertumbuhan 32,35% year-on-year). Multifinance, Rp10,85 triliun (pertumbuhan 69,71% YoY). Pada September 2025 mencapai Rp24,86 triliun dengan 30,31 juta pengguna. Di Bulan Agustus 2025 mencapai Rp24,33 triliun. Sedangkan untuk Bulan Juni 2025 mencapai Rp31,46 triliun (gabungan bank + multifinance). Untuk Bulan Mei 2025 mencapai Rp21,89 triliun (pertumbuhan 25,41% YoY) dan pada awal tahun (Januari 2025), mencapai Rp35,14 triliun dengan pertumbuhan 24,53% YoY.

Pertumbuhan dari Rp35,14 triliun di awal tahun menjadi Rp36,58 triliun di Oktober menunjukkan akselerasi yang konsisten, dengan pertumbuhan tahunan berkisar 25-33% untuk perbankan dan mencapai 69,71% untuk sektor multifinance angka tertinggi di antara ketiga segmen pemain utama.

Penetrasi paylater telah mencapai dimensi mainstream dengan jumlah pengguna yang terus berkembang. Pada Agustus 2025, tercatat 29,33 juta pengguna (perbankan). Pada September 2025 mencapai 30,31 juta pengguna. Di Bulan Februari 2025, mencapai 17,26 juta debitur menurut PEFINDO. Rata-rata plafon kredit mencapai Rp994 ribu per debitur per bulan.

Dengan total populasi pengguna internet Indonesia sekitar 221,5 juta, penetrasi 30,31 juta pengguna paylater berarti 13,7% dari pengguna internet telah menggunakan layanan ini. Angka ini meningkat drastis dari hanya 4,63 juta kontrak pada 2019, pertumbuhan 17 kali lipat dalam lima tahun.

Paylater Jantung Pertumbuhan E-Commerce

Hasil penelurusan yang dilakukan oleh enciety.co, 35% Transaksi E-Commerce Kini Menggunakan Paylater. Salah satu temuan paling signifikan adalah bahwa paylater telah menjadi komponen integral dari ekosistem e-commerce.

Ada 35% dari semua transaksi e-commerce 2025 menggunakan paylater (naik dramatis dari 22% di 2024). Ada 8% dari total metode pembayaran digital. E-wallet tetap dominan 34%. Transfer bank virtual account mencapai 10%. Paylater 8% (ranking kedua tertinggi). Sedangkan untuk metode digital lainnya tercatat menjadi sisanya. Lalu untuk Cash on Delivery (COD) masih 37% dari transaksi.

Transformasi ini mencerminkan perubahan fundamental dalam perilaku belanja online. Paylater telah tumbuh dari produk alternatif menjadi metode pembayaran kedua paling populer di e-commerce, hanya di bawah e-wallet.

Data Agustus 2025 menunjukkan landscape e-commerce yang didominasi ketiga pemain utama dengan integrasi paylater yang dalam Shopee mencapai 137 juta kunjungan (+2,9% month-to-month) dengan ShopeePayLater sebagai produk unggulan. Sedangkan Tokopedia mencapai 70,6 juta kunjungan (+8,2% MtM) dengan Tokopedia PayLater terintegrasi. Untuk platform Lazada mencapai 32,2 juta kunjungan (-0,7% MtM) dan Blibli mencapai 20,3 juta kunjungan (-65% MtM).

Shopee tetap mendominasi dengan layanan paylater terintegrasi sempurna di dalam aplikasi, menciptakan pengalaman berbelanja yang seamless. Program cicilan 0% dan cashback hingga 25% mempercepat adopsi pengguna.

Proyeksi IDC yang dibuat sebelumnya menunjukkan bahwa nilai transaksi e-commerce menggunakan paylater di Indonesia akan mencapai USD 8,84 miliar di 2025, meningkat 8,7 kali lipat dari USD 530 juta di 2020. Angka ini mengindikasikan bahwa paylater telah menjadi motor pertumbuhan e-commerce yang sesungguhnya.

Perilaku Konsumen Rasional Ke Impulsive

Impulsive buying meningkat 65% dengan paylater. Data menunjukkan korelasi kuat antara paylater dan perilaku pembelian spontan. Peningkatan pembelian spontan, 65% lebih tinggi di kalangan pengguna paylater. Kontribusi paylater terhadap impulsive buying, hingga 85% (penelitian Gen Z Bandung). Frekuensi pembelian, meningkat signifikan setelah menggunakan paylater.

Faktor pendorong impulsive buying mencakup psychological factors (instant gratification), design factors (kemudahan akses satu klik), marketing factors (cashback, diskon cicilan 0%), dan social factors (FOMO atau Fear of Missing Out).

Dalam konteks kategori penggunaan paylater. Pola transaksi paylater menunjukkan diversifikasi penggunaan. 41,9% transaksi lainnya via QRIS dan pembayaran digital. Ada 33% belanja e-commerce dan 21,1% pembelian tiket perjalanan, lalu sisanya ada 4% belanja langsung di toko.

Mayoritas penggunaan masih di e-commerce, tetapi penggunaan untuk QRIS dan pembayaran digital menunjukkan ekspansi beyond e-commerce menuju sistem pembayaran general purpose.

Fenomena “Generasi Sandwich” dan Multi-Cicilan Trap

Fenomena baru yang muncul adalah jebakan cicilan berlapis. 1 dari 3 pengguna paylater terjebak dalam 5+ cicilan simultan di berbagai platform. Demografi terpengaruh, Gen Z dan Milenial (dominan), tetapi juga Gen X. Tingkat gagal bayar baby boomers, tertinggi, karena kurang familiar dengan teknologi digital.

Konsentrasi pengguna di Jawa/Jabodetabek (31,71% dari total) menunjukkan bahwa masih ada peluang ekspansi besar di luar Jawa, tetapi juga disparitas digital yang signifikan.

Non-performing financing, stabilisasi di level 2,6-2,9%. Meski NPF agregat menunjukkan stabilisasi, data mendetail mengungkapkan masalah tersembunyi. Oktober 2025, NPF 2,79% (penurunan dari 2,92% September). Sedangkan Bulan Agustus 2025 mencapai NPF 2,61% untuk perbankan. Tren yang terjadi relatif stabil di bawah 5% (standar normal industri).

Ledakan kredit macet di kalangan muda mencapai 763% lonjakan. Statistik paling mengkhawatirkan adalah ledakan default di kalangan usia muda. Peminjam di bawah 19 tahun dengan pinjaman macet, 21.774 akun Semester I 2025. Peningkatan, 763 persen dibanding 2.521 akun Semester I 2024. Lalu, untuk Implikasi, lonjakan ini 9 kali lebih besar dari pertumbuhan paylater secara umum.

Angka ini menunjukkan bahwa algoritma approval fintech tidak cukup ketat dalam memfilter kemampuan bayar, dan literasi keuangan generasi muda sangat rendah terhadap konsekuensi cicilan jangka panjang.

Lima poin utama regulasi baru yang nantinya mulai efektif pada 1 Januari 2027. Di tengah ekspansi agresif, OJK akhirnya mengeluarkan regulasi komprehensif untuk pertama kalinya.
Pertama, batasan limit kredit gabungan. Total limit di semua platform paylater dibatasi. Perhitungan terintegrasi real-time melalui sistem OJK dan tujuannya adalah mencegah over-leverage konsumen.

Kedua, persyaratan usia dan gaji minimal. Batasan untuk calon debitur baru. Tujuannya adalah melindungi generasi muda dari jebakan utang.

Ketiga, transparansi biaya. Semua biaya (bunga, denda, admin) harus ditampilkan di halaman depan aplikasi. Larangan hidden charges. Peraturan ini diberlakukan dengan tujuan edukasi konsumen tentang cost of borrowing.

Keempat, integrasi penuh dengan SLIK OJK. Semua transaksi paylater terekam dalam sejarah kredit yang memungkinkan penilaian risiko kredit yang komprehensif. Dengan demikian maka konsumen bisa memantau skor kredit mandiri.

Kelima, keamanan data. Mengacu pada regulasi PSE Kominfo dan enkripsi data sensitif (KTP, informasi finansial). Notifikasi 3×24 jam jika terjadi kebocoran data.

Sebagai catatan penting, jika regulasi ini berlaku untuk akuisisi nasabah baru dan perpanjangan pinjaman, efektif 1 Januari 2027. Ini memberikan grace period 12 bulan bagi industri untuk beradaptasi.

Ekspansi Agresif, Pemain Baru dan Produk Emerging

Bank-Bank Konvensional Masuk BNPL. Salah satu tren signifikan adalah agresi bank konvensional memasuki BNPL. BCA Paylater mencapai 185.000 pengguna dengan outstanding Rp342 miliar per September 2025.

Bank-bank lain juga semakin banyak meluncurkan produk BNPL (pertumbuhan 68,24% YoY untuk bank). BNC (Bank Neo Commerce) juga akan meluncurkan paylater pada Semester I 2026 dengan target penyaluran Rp200 miliar di 2026.

Strategi ini menunjukkan bahwa BNPL bukan lagi domain fintech startup, tetapi telah menjadi arena kompetisi perbankan konvensional.

Dalam konteks, produk-Produk Emerging di 2026. Selain paylater e-commerce standar, industri mulai mengembangkan produk variatif. BNPL Khusus UMKM, Kredivo Biz untuk modal usaha kecil. Embedded finance, paylater langsung di aplikasi super seperti Gojek dan Shopee ecosystem. Produk Syariah-Compliant, untuk segmen Muslim yang prudent. Loyalty program berbasis subscription. Model berlangganan untuk limit lebih tinggi

Dampak Ekonomi

Dalam konteks kontribusi paylater pada pertumbuhan E-commerce. Meskipun terjadi deflasi pada pertengahan 2024-2025, paylater membantu menjaga pertumbuhan e-commerce tetap stabil.

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga mencapai 2,1% YoY pada Q1 2025 meski deflasi 0,21%. Pertumbuhan ritel online, tetap di level 12% YoY. Kontribusi paylater, signifikan dalam mendorong volume transaksi.

Paylater efektif menjadi “shock absorber” terhadap penurunan daya beli yang disebabkan deflasi, memungkinkan e-commerce terus tumbuh.

Risiko bubble konsumsi. Namun pertumbuhan ini juga menghadirkan risiko fundamental. Pertumbuhan paylater (69,71% untuk multifinance) jauh melampaui pertumbuhan ekonomi (sekitar 5-5,3%). Implikasi, transaksi paylater semakin driven oleh cicilan, bukan daya beli sesungguhnya. Pertanyaan kritis, apakah ini sustainable atau bubble konsumsi yang akan pecah?.

Proyeksi dan Skenario 2026-2027

Skenario optimistik, pertumbuhan terkendali. Artinya, jika regulasi OJK diimplementasikan dengan konsisten dan diikuti edukasi finansial masif. Outstanding ende 2026, mencapai Rp50-52 triliun dengan pertumbuhan 30%. Pengguna Ende 2026 mencapai lebih dari 40 juta dan NPF tetap terkendali diangka 2,5-3% aggregate.

Skenario pesimistik, kontraksi dan distress. Artinya, jika regulasi ketat menghambat pertumbuhan atau resesi ekonomi melanda. Outstanding Ende 2026 mencapai Rp45 triliun (pertumbuhan 20% hanya). NPF melonjak ke 4-5%, sinyal distress. Lalu, default cascading, gagal bayar di satu platform memicu default di platform lain.

Skenario paling mungkin, adalah bifurcation. Regulasi OJK akan menciptakan dua segmen paylater, pertama formal. Penyedia terdaftar, transparent, under supervision (pertumbuhan melambat). Kedua, informal. Platform unregulated dan gray market (pertumbuhan cepat, risiko tinggi). Migrasi ke informal sector bisa menjadi risiko tersembunyi yang tidak teramati regulator.

Sepanjang tahun 2025, perputaran uang paylater di platform e-commerce Indonesia menunjukkan pertumbuhan spektakuler, dari Rp35,14 triliun di awal tahun menjadi Rp36,58 triliun di Oktober, melayani 30 juta+ pengguna dengan kontribusi 35% dari semua transaksi e-commerce.

Pencapaian positif yang tercatat adalah demokratisasi akses kredit bagi 30 juta orang yang tidak punya kartu kredit. Mendorong pertumbuhan e-commerce robust di tengah headwind makroekonomi. Lalu, fintech Indonesia terbukti world-class dalam technology dan user experience dan menciptakan payment ecosystem yang seamless.

Namun, tiga bendera merah tetap berkibar. Pertama, ledakan default usia muda (763% lonjakan). Hal ini bukan anomali, tetapi sinyal awal risiko sistemik. Literasi keuangan generasi muda tentang cicilan jangka panjang sangat rendah.

Kedua, multi-cicilan trap. Fenomena “generasi sandwich” terjebak dalam 5+ cicilan simultan menunjukkan sistem belum memiliki checks-and-balances yang cukup.

Ketiga, regulasi datang terlambat. Regulasi OJK baru efektif 1 Januari 2027, memberikan 12 bulan lagi ekspansi tanpa batasan. Dalam periode itu, exposure risiko bisa berlipat ganda.

Tahun 2026 akan menjadi tahun kritis. Jika regulasi OJK diimplementasikan ketat dengan edukasi finansial masif, paylater bisa menjadi instrumen inklusi finansial yang bermakna. Jika tidak, “boom yang tidak terkendali” ini berpotensi menciptakan bubble finansial dengan dampak sistemik yang signifikan.

Perputaran uang paylater di 2025 adalah cerita kesuksesan teknologi dan inovasi, tetapi juga peringatan keras tentang pentingnya keseimbangan antara akselerasi pertumbuhan dan prudential regulation.

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

Most Popular

Recent Comments