Jumat, November 14, 2025
spot_img
BerandaMediaBerikut Faktor Pendorong Lonjakan Harga Minyak Goreng di Indonesia

Berikut Faktor Pendorong Lonjakan Harga Minyak Goreng di Indonesia

Kenaikan harga minyak goreng terus menjadi sorotan utama, meski intervensi kebijakan pemerintah berupaya menahan gejolak pasokan dan harga.

Tren Harga Tahunan 2023–2025

Berikut Faktor Pendorong Lonjakan Harga Minyak Goreng di Indonesia

Pada 2023, rata-rata harga minyak goreng kemasan turun pertama kali dalam empat tahun, mencapai Rp 19.949 per kilogram, berkurang dari Rp 21.971 per kg pada 2022. Namun pada 2024, harga kemasan kembali naik ke rata-rata Rp 18.740 per liter pada Desember, naik 1,96% dibanding 30 hari sebelumnya. Pertengahan 2025, rata-rata harga minyak kemasan menanjak ke Rp 20.838 per liter, melebihi HET, sedangkan minyak curah rata-rata Rp 17.674 per liter.

Ada beberapa faktor pendorong kenaikan minyak goreng. Pertama, realisasi domestic market obligation (DMO) yang melorot. Kebijakan DMO mewajibkan eksportir CPO memasok 20% volume ekspor dalam bentuk minyak goreng ke dalam negeri. Pada Maret 2024 realisasi DMO hanya 85.975 ton, jauh di bawah target 300.000 ton, sehingga pasokan domestic terganggu dan harga melonjak hingga Rp 15.637 per liter.

Fluktuasi harga bahan baku dan nilai tukar. Kenaikan harga CPO global akibat permintaan turun-naik dan biaya produksi meningkat berimbas langsung. Pada Semester I 2024, pelemahan rupiah ke Rp 15.901/USD turut mendorong harga minyak curah naik dari Rp 15.400 ke Rp 16.700 per kg pada Juli 2024.

Gangguan rantai distribusi dan praktik penimbunan. Kelangkaan lokal pada 2022 dipicu ketidakstabilan pasokan dari perkebunan sawit, dugaan kartel, dan penimbunan oleh pelaku usaha, menimbulkan kesulitan distribusi ke pedagang kecil dan konsumen.

Dampak Ekonomi dan Konsumen

Lonjakan harga memukul daya beli rumah tangga terutama keluarga berpenghasilan menengah ke bawah dan usaha kecil seperti pedagang gorengan, yang terpaksa menaikkan harga jual atau mengurangi volume produksi. Pemerintah daerah hingga pusat bergerak melalui Satgas Pangan untuk pengawasan distribusi, namun disparitas harga antar-provinsi masih tinggi misalnya Papua Tengah Rp 18.500 per liter vs Kepulauan Riau Rp 16.200 per liter.

Peraturan Menteri Perdagangan No. 49/2022 menegaskan pengaturan rantai pasok dan penetapan HET, namun penerapannya masih ditemukan penyelewengan harga dan pasokan. Intervensi BUMN Pangan berhasil menurunkan harga Minyakita di Sulawesi Barat (-2,47%) dan Maluku (-11%), mengindikasikan efektivitas keterlibatan distribusi negara.

Kebijakan DMO/DPO diperpanjang hingga 2024 untuk menjaga pasokan; namun evaluasi efektivitas terus didorong, termasuk kemungkinan revisi skema DMO untuk menyesuaikan kondisi pasar global.

Menjawab prospek dan rekomendasi, ada beberapa hal yang dapat dilakukan. Pertama, perkuat realisasi DMO. Memastikan eksportir mematuhi kewajiban melalui sanksi tegas dan insentif distribusi agar pasokan dalam negeri stabil.

Kedua, diversifikasi bahan baku. Mengurangi ketergantungan CPO melalui riset substitusi minyak nabati alternatif. Ketiga, penguatan rantai distribusi. Kolaborasi lebih erat antara BUMN, pelaku usaha kecil, dan pemerintah daerah untuk mencegah penimbunan dan memastikan akses merata.

Keempat, pengawasan harga & edukasi konsumen. Transparansi harga di tingkat pasar tradisional dan modern, serta edukasi penggunaan minyak goreng secara efisien di rumah tangga.

Dengan langkah terintegrasi antara kebijakan fiskal, penguatan pengawasan distribusi, dan inovasi sektor sawit, tekanan harga minyak goreng diharapkan mereda pada 2026, menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

Most Popular

Recent Comments