Indonesia terus mengukuhkan posisinya sebagai salah satu produsen kopi terbesar dunia, dengan momentum yang dinamis di sepanjang tahun 2024 dan 2025. Sebagai negara yang menghasilkan sekitar 789.000 ton kopi per tahun, Indonesia mencatat pencapaian signifikan dalam pemulihan produksi, diversifikasi varian, dan ekspansi pasar global. Jawa Timur, khususnya, menjadi episentrum kualitas dengan mencatat produksi 81.133 ton pada tahun 2024, menempatkannya sebagai provinsi penghasil kopi terbesar se-Pulau Jawa dan keempat nasional.
Indonesia menempati posisi keempat sebagai produsen kopi terbesar di dunia setelah Brasil (64,7 juta kantong), Vietnam (29 juta kantong), dan Kolombia (13,2 juta kantong). Dengan produksi sebesar 10,7 juta kantong ukuran 60 kg pada musim panen 2024/2025, Indonesia menunjukkan pemulihan yang kuat pasca krisis produksi tahun 2023-2024 yang disebabkan fenomena El Niño. Proyeksi untuk tahun 2025/2026 menunjukkan peningkatan lebih lanjut menjadi 11,3 juta kantong, didorong oleh kondisi tumbuh yang optimal di dataran rendah Sumatra Selatan dan Jawa.
Dari total produksi nasional, komposisi dibagi menjadi dua jenis utama: robusta mendominasi dengan 80-90 persen produksi (sekitar 600.000 ton pada tahun 2024), sementara arabika menyumbang 10-20 persen (150.000 ton pada tahun 2024). Indonesia merupakan produsen robusta terbesar kedua dunia setelah Vietnam, posisi yang memberikan keunggulan strategis di pasar global yang didorong permintaan untuk kopi instan dan kopi komersial.
Menghadapi dinamika pasar yang kompleks, strategi pengembangan kopi Indonesia di tahun 2025 perlu mencakup beberapa dimensi kunci. Pertama, penguatan sektor hulu melalui peremajaan tanaman, penyediaan benih kopi unggul yang tahan iklim, dan implementasi praktik pertanian berkelanjutan. Kedua, diversifikasi pasar ekspor untuk mengurangi ketergantungan pada satu negara pembeli, memanfaatkan peluang pasar ASEAN dan Timur Tengah. Ketiga, pengembangan segmen specialty coffee dan hilirisasi produk untuk meningkatkan nilai tambah. Keempat, penguatan infrastruktur logistik dan sistem quality control untuk menjamin konsistensi kualitas produk.
Di level regional, Jawa Timur harus terus memperkuat posisinya melalui intensifikasi communal branding Javeast Coffee, peningkatan kualitas produk di Bondowoso melalui penguatan koordinasi dengan Puslitkoka, dan diversifikasi ke produk olahan bernilai tinggi. Kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan petani menjadi kunci untuk membangun ekosistem kopi yang berkelanjutan dan kompetitif.
Dengan langkah-langkah strategis ini, Indonesia dapat mempertahankan posisinya sebagai produsen kopi global yang signifikan, meningkatkan kesejahteraan petani kopi, dan memaksimalkan manfaat dari pertumbuhan pasar kopi global yang terus berlanjut di dekade mendatang.
Varian Kopi dan Karakteristiknya
Kopi Robusta: Tulang Punggung Ekspor Indonesia
Robusta (Coffea canephora) menjadi tulang punggung ekspor Indonesia dengan karakter yang unik. Jenis kopi ini ditanam terutama di dataran rendah Sumatra Selatan dan Jawa, mencakup 75 persen dari total produksi robusta nasional. Robusta Indonesia dikenal memiliki body yang berat, kadar kafein tinggi, dan cita rasa yang kuat dengan nuansa earthy dan cokelat. Jenis kopi ini sangat diminati industri kopi instan global karena konsistensi dan ketahanannya terhadap berbagai kondisi pengolahan.
Varian robusta berkualitas premium dari Indonesia, seperti yang diproduksi di Jember dengan merek Silo dan di Madiun dengan merek Kare, telah mencapai standar SNI (Standar Nasional Indonesia) dan bahkan melampaui ekspektasi pasar internasional. Harga robusta green bean di pasar lokal Indonesia berkisar antara Rp 85.000 hingga Rp 90.000 per kilogram pada September 2025, sementara specialty robusta dengan proses pasca panen premium (natural, honey processing) tetap mempertahankan harga Rp 70.000-90.000 per kilogram karena nilai tambah yang signifikan.
Kopi Arabika: Segmen Spesialisasi dan Nilai Tambah Tinggi
Arabika (Coffea arabica) Indonesia, meskipun volume produksinya lebih kecil dari robusta, menawarkan nilai jual jauh lebih tinggi dan profil rasa yang lebih kompleks. Varietas arabika terbaik Indonesia mencakup:
Kopi Gayo (Aceh): Berasal dari ketinggian 1.200-1.500 meter dengan profil rasa halus dan kompleks, menampilkan catatan rasa beragam dengan keasaman lembut dan nuansa buah, cokelat, dan karamel.
Kopi Bali Kintamani: Diproduksi di ketinggian 1.000-1.500 meter dengan aroma kuat, rasa seimbang dengan manis yang dominan, keasaman moderat, dan aroma bunga yang khas. Diproduksi secara organik dan berkelanjutan.
Kopi Flores Bajawa: Ditanam di Pulau Flores dengan karakteristik rasa kompleks dan unik.
Kopi Java Ijen-Raung (Jawa Timur): Arabika premium dari lereng Ijen dengan profile rasa yang diakui internasional, menjadi fokus pengembangan specialty coffee di Jawa Timur.
Kopi Spesialti: Kopi Luwak dan Mandailing
Segmen spesialti Indonesia juga mencakup produk-produk eksklusif dengan harga premium. Kopi Luwak, dihasilkan melalui proses fermentasi alami dalam sistem pencernaan luwak, menjadi salah satu kopi paling mahal di dunia dengan harga mencapai ratusan ribu rupiah per kilogram. Kopi Mandailing dari Sumatera Utara merupakan arabika premium lainnya yang terkenal dengan karakter unik. Seperti, tingkat keasaman rendah, body penuh, dan rasa kompleks dengan nuansa cokelat, licorice, dan earthy, diproses dengan teknik tradisional wet-hulling khas Indonesia. Kopi Mandailing diminati pasar Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa dengan banderol harga USD 40-100 per kilogram untuk kualitas spesialnya.
Data Ekspor dan Pasar Global 2024-2025
Ekspor kopi Indonesia pada semester pertama 2025 menunjukkan momentum yang stabil dengan volume 206,7 juta kilogram senilai hampir USD 1,13 miliar. Data ini mencerminkan permintaan global yang tetap kuat meskipun menghadapi tantangan kebijakan perdagangan. Proyeksi untuk akhir tahun 2025 adalah pertumbuhan 10 persen, menargetkan volume ekspor yang lebih tinggi.
Perbandingan dengan periode sebelumnya menunjukkan, pada Januari-September 2024, ekspor kopi mencapai 342.000 ton senilai USD 1,49 miliar, dengan tujuan utama ke Amerika Serikat, Mesir, Jerman, dan Malaysia.

Negara tujuan ekspor utama seperti Amerika Serikat menjadi negara tujuan ekspor utama dengan volume 30,8 juta kilogram pada semester I 2025, setara dengan USD 190,89 juta atau 17 persen dari total nilai ekspor kopi nasional. Belgia menyusul tipis dengan volume 30,3 juta kilogram namun nilai ekspor lebih rendah (USD 158,9 juta), menunjukkan perbedaan dalam grade dan harga kopi yang diekspor ke kedua negara tersebut. Mesir (16,4 juta kg), Jerman (16,1 juta kg), Rusia (9,0 juta kg), Malaysia (8,8 juta kg), China (7,4 juta kg), dan Vietnam (5,6 juta kg) melengkapi daftar delapan negara tujuan ekspor utama.
Strategi diversifikasi pasar juga berkembang di 2025, dengan eksportir Indonesia mulai mengalihkan pengiriman ke pasar ASEAN, Jepang, dan Timur Tengah, terutama mengingat kebijakan tarif 32 persen Amerika Serikat yang berlaku pada beberapa produk.
Dari perspektif tantangan tarif perdagangan. Sejak 7 Agustus 2025, Amerika Serikat resmi memberlakukan tarif impor 19 persen untuk kopi asal Indonesia. Meskipun tarif ini lebih rendah dibanding Vietnam (20%) dan jauh lebih rendah dari Brasil (50%), tarif tersebut tetap menjadi tantangan. Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) merespons dengan optimis bahwa tarif 19 persen memberikan keunggulan strategis untuk menawarkan harga lebih kompetitif dibanding pesaing global. Idealnya, AEKI menargetkan penurunan tarif ke bawah 10 persen, memanfaatkan argumen bahwa AS tidak memproduksi kopi sendiri dan bergantung sepenuhnya pada impor.
Dalam konteks konsumsi domestik dan pasar dalam negeri. Pasar kopi domestik Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang dinamis dan berkelanjutan. Konsumsi kopi pada periode 2024/2025 diproyeksikan mencapai 4,8 juta kantong (setara sekitar 288.000 ton), meningkat dari 4,45 juta kantong pada 2020/2021. Peningkatan ini mengindikasikan pertumbuhan konsumsi sebesar 10 persen dalam lima tahun terakhir.
Pertumbuhan konsumsi didorong oleh beberapa faktor utama. Yaitu, stabilitas ekonomi yang membaik, ekspansi sektor makanan dan minuman, pertumbuhan industri perhotelan, dan yang paling signifikan, meningkatnya popularitas kedai kopi specialty dan modern yang menjadi bagian dari gaya hidup konsumen muda Indonesia. Pangsa pasar kedai kopi Indonesia diperkirakan mencapai USD 2,1 miliar (setara Rp 34 triliun) dengan pertumbuhan tahunan sekitar 10 persen.
Jumlah outlet kedai kopi di Indonesia telah mencapai lebih dari 20.000 outlet pada tahun 2023, dengan pertumbuhan yang terus berlanjut. Rantai kedai kopi lokal seperti Kopi Kenangan menargetkan ekspansi hingga 1.500 outlet di akhir 2024, menandakan dinamika pasar yang sangat kompetitif.
Konsumsi kopi per kapita Indonesia masih tergolong rendah pada 1,0 kilogram per tahun, menempatkannya di urutan kedua terendah di dunia, jauh di bawah negara seperti Finlandia (12 kg per kapita) dan Amerika Serikat (5 kg per kapita). Kondisi ini menunjukkan potensi pertumbuhan konsumsi yang masih sangat besar di masa depan, memberikan peluang ekspansi signifikan bagi industri kopi lokal.
Jawa Timur, Episentrum Kualitas Kopi Indonesia
Berangkat dari konteks produksi dan kontribusi nasional, Jawa Timur merupakan provinsi penghasil kopi terbesar se-Pulau Jawa dan keempat nasional dengan produksi 81.133 ton pada tahun 2024, melampaui provinsi-provinsi penghasil kopi lainnya di Jawa. Lahan perkebunan kopi Jawa Timur mencakup area seluas 122.623 hektare yang tersebar di berbagai wilayah, dari lereng Ijen-Raung di Bondowoso, Jember, Banyuwangi, hingga Malang.
Ada beberapa sentra produksi utama di Jawa Timur. Seperti, di Bondowoso dengan Republik Kopi dengan fokus Arabika Specialty. Bondowoso, yang dijuluki “Republik Kopi,” menjadi episentrum kualitas arabika specialty Indonesia. Dengan Java Coffee Estate (JCE) seluas 3.530,77 hektare, Bondowoso menghasilkan Arabika Java Ijen-Raung yang terkenal dengan standar internasional. Pada 2024, Arabika di Bondowoso mencakup luas tanam 10.133 hektare dengan produksi 5.235 ton, sementara Robusta menempati 4.564 hektare dengan produksi 3.004 ton.
Kopi Arabika Java Ijen-Raung dari Bondowoso telah mencapai sertifikasi Indikasi Geografis (IG) dan Protected Designation of Origin (PDO), yang membuktikan keunikan geografis dan kualitas produk yang konsisten. November 2025 menandai pencapaian penting ketika Gubernur Jawa Timur Khofifah melepas ekspor 10 ton Arabika Specialty dan Fine Robusta Java Ijen-Raung ke Taiwan, membuktikan kemampuan kompetitif kopi Jawa Timur di pasar Asia regional.
Selain produksi biji kopi premium, Bondowoso juga mengembangkan industri pengolahan rumahan, terutama di Kampung Arab Bondowoso, yang mengintegrasikan kopi dengan rempah-rempah seperti jahe, menciptakan produk olahan inovatif untuk segmen pasar khusus.
Diwilayah Jember yang saat ini menjadi sentra Robusta berkualitas dan penelitian. Jember menjadi salah satu andalan penghasil kopi berkualitas dengan produksi 4.477 ton pada tahun 2023. Sebagai bagian dari Kawasan Hyang Argopuro dan Raung, Jember memiliki lahan perkebunan kopi yang luas, terutama di Kecamatan Silo dengan Desa Sidomulyo sebagai penghasil robusta berkualitas utama.
Kehadiran Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka) di Jember memberikan peran krusial dalam pengembangan dan peningkatan kualitas kopi lokal. Puslitkoka bekerja sama dengan petani dan koperasi untuk meningkatkan standar produksi, mengembangkan varietas unggul, dan menerapkan best practices dalam agribisnis kopi. Kopi Silo dari Jember, dengan merek Indikasi Geografis, telah diakui sebagai produk berkualitas tinggi yang memenuhi standar internasional.
Diwilayah Jombang dan Madiun, menjadi sentra varian robusta premium dan specialty. Jombang menghasilkan Robusta Wonosalam yang telah dikenal dalam pasar ekspor lokal dan internasional, dengan karakter rasa yang khas dan kualitas premium. Kopi Wonosalam Jombang telah menjadi bagian dari communal branding strategis Jawa Timur.
Madiun memproduksi Kopi Kare Robusta, yang melalui standar quality control ketat dan telah tersertifikasi SNI (Standar Nasional Indonesia). Penelitian menunjukkan bahwa proses pengolahan primer kopi di Poktan Mugi Lestari Madiun telah menghasilkan kopi beras yang sesuai dengan persyaratan mutu SNI, baik untuk kadar kafein, jumlah kapang, bakteri (nilai ALT), dan kadar air.
Strategi Communal Branding, Javeast Coffee
Salah satu inisiatif strategis yang mengubah landscape pemasaran kopi Jawa Timur adalah Javeast Coffee, yang merupakan communal branding kopi unggulan Jawa Timur yang dikembangkan Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Timur sejak tiga tahun lalu. Javeast Coffee menyatukan identitas kopi dari berbagai daerah penghasil di Jawa Timur—Jember (Silo), Jombang (Wonosalam), Madiun (Kare), Pasuruan, dan Ngawi—menggunakan satu merek untuk memperkuat posisi di pasar domestik dan global.
Strategi ini dirancang untuk memenuhi permintaan pasar ekspor yang besar, karena produksi satu wilayah sering kali tidak mampu memenuhi volume permintaan pasar global sendirian. Dengan mengkonsolidasikan produk dari berbagai sentra kopi berkualitas, Javeast Coffee menciptakan volume yang cukup untuk memasuki pasar ekspor skala besar sambil mempertahankan standar kualitas tinggi.
Partisipasi Javeast Coffee di berbagai pameran internasional, termasuk Jogjakarta Coffee Week 2024 dan Jatim Fest 2025, menunjukkan komitmen serius untuk ekspansi pasar. Produk Javeast Coffee telah mencapai pasar kawasan Eropa dan Timur Tengah, membuktikan daya saing global. Mekanisme communal branding ini menjadi model bisnis yang replikatif untuk komoditas unggulan lainnya, menunjukkan potensi kolaborasi multi-stakeholder dalam meningkatkan nilai tambah produk lokal.
Dinamika Harga Kopi di Pasar Lokal dan Global
Sepanjang tahun 2024 dan awal 2025, harga kopi arabika mengalami volatilitas signifikan yang didorong oleh berbagai faktor. Sejak awal Agustus 2025, harga kopi global meningkat lebih dari 40 persen, dari USD 284,2 per pon menjadi sekitar USD 400 per pon pada 11 September 2025. Kontrak berjangka kopi Arabica ditutup pada level USD 400,05 per pon, setara Rp 6,55 juta per pon atau Rp 14,43 juta per kilogram.
Pada Oktober 2025, harga arabika mengalami lonjakan 50 persen, mencatat level tertinggi dalam kurun waktu tertentu. Harga kopi bubuk di Amerika Serikat mencapai USD 8,41 per pon pada Juli 2025, naik 33 persen dibanding tahun sebelumnya, mencatatkan rekor tertinggi dalam lima dekade.
Kenaikan harga arabika global ini mencerminkan ketahanan permintaan global yang tinggi, meskipun disertai dengan kecemasan tentang pasokan terbatas. Prediksi dari berbagai lembaga riset menunjukkan kekurangan pasokan global yang signifikan, mendorong harga tetap tinggi di pasar internasional.
Di pasar domestik Indonesia, dinamika harga menunjukkan pola berbeda antara robusta dan arabika. Harga robusta green bean pada September 2025 mencapai level tertinggi yang pernah tercatat, berkisar antara Rp 83.000 hingga Rp 85.000 per kilogram untuk kualitas petik merah standar. Kenaikan ini dipicu oleh kekurangan pasokan robusta global dan peningkatan permintaan terhadap produk lokal.
Harga arabika asalan tetap stabil di Rp 100.000 per kilogram pada akhir 2024, dengan sedikit kecenderungan menurun. Arabika berkualitas lebih tinggi, seperti double pick dari SM, tetap diperdagangkan di angka Rp 105.000 per kilogram. Pada tingkat petani, harga arabika berkisar antara Rp 96.000 hingga Rp 97.000 per kilogram.
Untuk segmen specialty coffee dengan proses pasca panen premium (natural, honey, fermentation), harga robusta tetap bertahan di Rp 70.000-90.000 per kilogram karena nilai tambah yang signifikan dan permintaan pasar yang stabil dari specialty roaster.
Meskipun terjadi kenaikan harga sepanjang 2024-2025, proyeksi untuk tahun 2025-2026 menunjukkan penurunan yang gradual. Menurut World Bank, harga arabika diproyeksikan turun dari level tinggi mencapai USD 5,00 per kilogram pada tahun 2025, dan lebih lanjut turun ke USD 4,80 per kilogram pada tahun 2026. Harga robusta diprediksi akan turun ke USD 4,20 per kilogram pada 2025 dan USD 3,90 per kilogram pada 2026.
Tren penurunan ini mencerminkan ekspektasi pasar bahwa peningkatan produksi di berbagai negara produsen akan menyeimbangkan permintaan global, menekan harga kembali ke level yang lebih sehat untuk pertumbuhan jangka panjang.
Tantangan dan Peluang Industri Kopi Indonesia 2025
Salah satu tantangan paling serius yang dihadapi industri kopi Indonesia adalah dampak perubahan iklim terhadap produktivitas dan kualitas produksi. Perubahan pola musim, naiknya suhu udara, dan peningkatan frekuensi bencana alam seperti banjir dan tanah longsor mengancam keberlanjutan perkebunan kopi, terutama di daerah pegunungan.
Fenomena kekeringan akibat El Niño di tahun 2023-2024 menyebabkan penurunan drastis dalam produksi kopi Indonesia, dengan hasil panen pada 2023-2024 turun menjadi hanya 7,65 juta kantong—produksi terendah dalam enam tahun terakhir. Meskipun pemulihan terjadi pada 2024-2025, risiko dampak iklim ekstrem tetap menjadi ancaman berkelanjutan.
Proyeksi dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menunjukkan bahwa suhu global akan terus naik hingga 1,5 derajat Celsius pada pertengahan abad ini, berpotensi mengurangi lahan yang cocok untuk budidaya kopi hingga 50 persen di beberapa wilayah, termasuk Indonesia.
Selain itu, banyak kebun kopi Indonesia yang terdiri dari tanaman tua dengan produktivitas menurun akibat kurangnya peremajaan dan perawatan optimal. Kekurangan benih kopi unggul yang tahan terhadap perubahan iklim dan penyakit membuat petani kesulitan melakukan peremajaan tanaman secara mandiri.
Khusus untuk Jawa Timur, tantangan yang dihadapi mencakup inkonsistensi kualitas kopi dan produktivitas yang terkadang tidak mampu memenuhi permintaan pasar ekspor. Meskipun potensi produksi sangat besar, ekspor kopi Bondowoso saat ini masih tertinggal dibanding kabupaten lain di Jawa Timur, terutama karena masalah kualitas dan ketidakkonsistenan standar produksi.
Kepala Dinas Pertanian Bondowoso mencatat bahwa walaupun ekspor terus berlangsung, petani sering kali melakukan transaksi “under the table” untuk menghindari pajak, sehingga data ekspor resmi tidak sepenuhnya menggambarkan aktivitas perdagangan yang sebenarnya. Hal ini menunjukkan perlu adanya peningkatan manajemen logistik, administrasi, dan koordinasi dengan otoritas ekspor.
Meskipun menghadapi tantangan, Indonesia memiliki peluang ekspansi yang signifikan. Kenaikan harga kopi global menciptakan insentif yang kuat bagi petani untuk meningkatkan produksi dan kualitas. Proyeksi peningkatan produksi Indonesia dari 10,7 juta kantong pada 2024/2025 menjadi 11,3 juta kantong pada 2025/2026 menunjukkan pertumbuhan yang konsisten.
Ekspor biji kopi diproyeksikan akan meningkat 400 ribu kantong menjadi 6,5 juta kantong pada tahun 2025/2026, terutama didorong oleh peningkatan volume produksi dan diversifikasi pasar ekspor ke ASEAN, Jepang, dan Timur Tengah.
Peluang lain terletak pada pengembangan segmen specialty coffee dan hilirisasi produk. Dengan pertumbuhan tahunan pasar specialty coffee sebesar 12 persen hingga 2025, Indonesia memiliki kesempatan untuk meningkatkan nilai tambah produk. Strategi hilirisasi mengolah kopi menjadi produk intermediate atau finished goods seperti kopi roasted, ground coffee, instant coffee, atau kopi seduh siap saji, dapat meningkatkan margin keuntungan dan daya saing global secara signifikan.
Strategi communal branding seperti Javeast Coffee menunjukkan model bisnis yang efektif untuk mengkonsolidasikan penawaran produk dari berbagai sentra kopi berkualitas, memungkinkan akses ke pasar ekspor skala besar yang memerlukan volume konsisten dengan standar kualitas tinggi.
Pertumbuhan konsumsi domestik yang mencapai 10 persen per tahun menciptakan peluang besar bagi industri kopi lokal. Dengan lebih dari 20.000 outlet kedai kopi di Indonesia dan pertumbuhan tahunan 10 persen dalam pangsa pasar, industri specialty coffee domestik menawarkan channel distribusi yang terus berkembang.
Peningkatan konsumsi per kapita yang masih sangat rendah (1,0 kg per tahun) menunjukkan potensi pertumbuhan yang masih sangat besar. Target konsumsi mencapai 4,8 juta kantong pada 2024/2025 dari 4,45 juta kantong pada 2020/2021 baru merupakan awal dari ekspansi pasar domestik yang jauh lebih besar. Penetrasi pasar ke kota-kota tier 2 dan tier 3, selain kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung, membuka peluang bisnis baru untuk operator lokal.


