Harga properti di Indonesia terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir, sementara daya beli generasi muda tidak tumbuh sebanding. Akibatnya, tren kepemilikan rumah mulai bergeser ke model penyewaan yang lebih fleksibel, terutama di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung.
Menurut data Bank Indonesia, harga rumah di perkotaan naik rata-rata 8% per tahun, sedangkan kenaikan pendapatan pekerja hanya 3–5 persen per tahun. Dengan kondisi ini, banyak anak muda kesulitan membeli rumah tanpa mengambil kredit jangka panjang yang membebani keuangan mereka.
Kenaikan harga tanah dan bangunan membuat kepemilikan rumah semakin sulit bagi pekerja berpenghasilan menengah ke bawah. Di Jakarta, misalnya, rumah tapak di lokasi strategis bisa mencapai miliaran rupiah—jauh dari jangkauan mayoritas pekerja muda.
Selain faktor harga, perubahan pola kerja juga ikut memengaruhi tren hunian. Meningkatnya sistem kerja fleksibel, remote working, dan jumlah pekerja lepas (freelancer) membuat banyak orang merasa tidak perlu memiliki rumah sendiri. Mereka lebih memilih hunian sewa yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan memungkinkan mereka berpindah kota dengan mudah.
