Perkembangan teknologi internet satelit, khususnya masuknya Starlink milik Elon Musk ke Indonesia, telah menciptakan dinamika persaingan baru dalam industri telekomunikasi nasional. Dengan kemampuan teknologi yang terbatas dan kapasitas jaringan yang telah habis terjual, Starlink kini menghentikan sementara penerimaan pelanggan baru di Indonesia. Situasi ini memberikan kesempatan bagi operator telekomunikasi lokal seperti Telkom dan Indosat untuk memperkuat posisi mereka di pasar domestik.
Starlink menawarkan teknologi satelit Low Earth Orbit (LEO) yang memiliki beberapa keunggulan signifikan dibandingkan infrastruktur terestrial tradisional. Hasil pengujian kecepatan menunjukkan Starlink mampu mencapai kecepatan download hingga 440-448 Mbps dengan latensi rendah sekitar 19-20 ms di Indonesia. Sebagai perbandingan, rata-rata kecepatan internet mobile operator lokal masih berada di kisaran 24-25 Mbps.
Keunggulan operasional Starlink terletak pada model bisnisnya yang efisien. Sebagai layanan berbasis satelit, Starlink tidak memerlukan layanan purna jual intensif, biaya teknisi lapangan yang tinggi, atau biaya pemasaran yang besar seperti operator konvensional. Hal ini membuat struktur biaya operasional Starlink jauh lebih rendah dibandingkan operator lokal yang memiliki rasio opex/sales, Telkom 69,7%, Indosat 79,9%.
Meskipun memiliki keunggulan teknologi, Starlink menghadapi beberapa keterbatasan fundamental. Penelitian MIT menunjukkan bahwa bahkan dengan konstelasi satelit lengkap sebanyak 42.000 unit, Starlink hanya mampu menyediakan sekitar 897 Tbps atau 16% dari kebutuhan bandwidth global pada 2022. Keterbatasan kapasitas ini menjadi salah satu alasan mengapa Starlink menghentikan penerimaan pelanggan baru di Indonesia.
Dari segi harga, Starlink masih relatif mahal dibandingkan operator lokal. Paket residensial Starlink dibanderol Rp 750.000 per bulan dengan investasi awal perangkat Rp 4,68 juta, sementara operator seperti IndiHome menawarkan paket 30 Mbps seharga Rp 280.000 per bulan.
Posisi Strategis Telkom dan Indosat
Telkom Indonesia mempertahankan posisi dominan di pasar fixed broadband dengan pangsa pasar 82,3% melalui layanan IndiHome pada 2020. Dengan 9 juta pelanggan yang melayani 183 juta pengguna dengan rasio 1:20, Telkom telah membangun infrastruktur fiber optik sepanjang 168 ribu km yang menjangkau 499 kabupaten atau 97% wilayah Indonesia.
Strategi ekspansi Telkom fokus pada pengembangan infrastruktur ke daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) dengan target mencapai seluruh kabupaten. Investasi USD 71,1 juta untuk proyek MKCS dan SMPCS di kawasan timur Indonesia menunjukkan komitmen jangka panjang dalam memperluas jangkauan.
Indosat Ooredoo Hutchison telah mengalami transformasi signifikan dari operator telekomunikasi tradisional menjadi perusahaan teknologi berbasis AI. Dengan basis pelanggan 100 juta dan strategi “AI-native telco”, Indosat memposisikan diri sebagai pemimpin dalam adopsi teknologi artificial intelligence untuk meningkatkan efisiensi operasional dan pengalaman pelanggan.
Data APJII menunjukkan penetrasi internet Indonesia mencapai 79,5% dari populasi atau sekitar 221,5 juta pengguna pada 2024. Namun, kesenjangan digital masih signifikan antara wilayah urban (82,2%) dan rural (74%). Di tingkat regional Asia Tenggara, penetrasi internet mobile mencapai 67% dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi digital mencapai USD 300 miliar pada 2025.
Kesenjangan ini menciptakan peluang besar bagi operator lokal untuk memperkuat posisi di segmen yang belum terlayani optimal oleh solusi satelit.
Telkomsel telah memimpin deployment jaringan 5G dengan 225 titik di Bali dan rencana ekspansi ke Sumatra. Investasi dalam teknologi 5G Non-Standalone (NSA) menunjukkan ROI dapat dicapai dalam 3 tahun 10 bulan. Strategi ini perlu dipercepat untuk memberikan pengalaman connectivity yang superior dibanding satelit.
Telkomsel baru meluncurkan layanan add-on FTTR yang memperluas jangkauan fiber optik langsung ke setiap ruangan dengan tarif mulai Rp 160.000 per bulan. Inovasi ini memberikan kecepatan konsisten dan latensi rendah yang dapat menyaingi performa Starlink di segmen premium.
Mengingat fokus awal Starlink pada wilayah rural, operator lokal perlu mempercepat ekspansi ke daerah 3T. Program pemerintah seperti Palapa Ring dan kolaborasi dengan BAKTI dapat dioptimalkan untuk memperluas coverage sebelum Starlink kembali menerima pelanggan baru.
Dengan struktur biaya yang sudah established, operator lokal dapat memanfaatkan economies of scale untuk menawarkan paket bundling yang lebih kompetitif. IndiHome sudah menawarkan paket terintegrasi (internet + TV + telepon) yang memberikan value proposition lebih baik dibanding layanan satelit.
Mengikuti jejak Indosat, Telkom perlu mempercepat transformasi digital dengan mengintegrasikan AI untuk optimasi jaringan, customer service, dan pengembangan layanan baru. Kolaborasi dengan pemerintah dalam program Digital Nusantara dapat memperkuat posisi sebagai enabler transformasi digital nasional.
Ada beberapa rekomendasi strategis yang dapat dilakukan. Untuk Telkom, dapat mempercepat deployment fiber optik ke wilayah yang belum terjangkau dengan target 100% fiber coverage pada 2025. Kemudian, melakukan implementasi teknologi 5G secara masif untuk memberikan differentiation dari layanan satelit. Kemudian, mengembangkan ekosistem digital terintegrasi dengan layanan cloud, IoT, dan smart city solutions dan mengoptimalkan bundling strategy dengan konten lokal dan layanan value-added.
Sedangkan untuk Indosat, Leverage transformasi AI untuk menciptakan layanan inovatif yang tidak bisa ditiru satelit, Perkuat partnership ecosystem* dengan fintech, e-commerce, dan platform digital lainnya. Strategi berikutnya adalah fokus pada customer experience melalui personalisasi layanan berbasis data analytics. Selain itu langkah berikutnya adalah ekspansi coverage area terutama di wilayah dengan potensi bisnis tinggi.
Dapat disimpulkan, jika keterbatasan kapasitas Starlink yang menyebabkan penghentian sementara penerimaan pelanggan baru memberikan breathing space bagi operator lokal untuk memperkuat posisi kompetitif. Telkom dan Indosat memiliki keunggulan dalam hal coverage area, harga, dan pemahaman pasar lokal. Namun, mereka perlu mempercepat inovasi teknologi, transformasi digital, dan ekspansi infrastruktur untuk mempertahankan dominasi ketika kompetisi satelit kembali intensif.
Kunci sukses terletak pada kemampuan operator lokal memanfaatkan window of opportunity ini untuk membangun competitive moat yang sustainable melalui superior customer experience, innovative service offerings, dan comprehensive network coverage yang sulit ditandingi oleh solusi satelit global.


