Selasa, Desember 2, 2025
spot_img
BerandaInvestasiMembedah Pemberlakuan Pajak Kripto, Regulasi PMK 50/2025

Membedah Pemberlakuan Pajak Kripto, Regulasi PMK 50/2025

Pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025 yang mulai efektif pada 1 Agustus 2025 menandai babak baru dalam regulasi perpajakan aset kripto Indonesia. Peraturan ini menghadirkan perubahan fundamental yang tidak hanya mengubah struktur pajak, tetapi juga mencerminkan evolusi status hukum aset kripto dari komoditas menjadi aset keuangan digital.

Pemberlakuan PMK 50/2025 menandai era baru industri kripto Indonesia dengan memberikan kepastian hukum sambil mempertahankan daya saing global. Meskipun menghadapi tantangan transisi jangka pendek, regulasi ini diproyeksikan akan memperkuat ekosistem kripto domestik dan meningkatkan kontribusi sektor ini terhadap perekonomian nasional. Keberhasilan implementasi akan sangat bergantung pada dialog berkelanjutan antara regulator, pelaku industri, dan stakeholder terkait dalam menciptakan ekosistem yang sehat, inovatif, dan berkelanjutan.

Transformasi Skema Perpajakan, Dari Dual Taxation ke Single Tax

Ada perubahan mendasar dalam struktur pajak. PMK 50/2025 menghadirkan reformasi signifikan dengan menghapus Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan mengkonsolidasikan beban pajak ke dalam satu jenis pajak: Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 final. Sebelumnya, transaksi kripto domestik dikenakan PPN 0,11% dan PPh 0,1%, kini hanya dikenakan PPh final 0,21%.

Untuk transaksi melalui platform luar negeri, kenaikan pajak lebih drastis dari 0,2% menjadi 1%, meningkat empat kali lipat. Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menjelaskan bahwa penyeragaman tarif ini bertujuan mengakomodasi perubahan status kripto dan menyederhanakan administrasi pajak.

Sementara itu, Calvin Kizana, CEO Tokocrypto, menilai bahwa meskipun tarif domestik tetap sama secara nominal, disparitas yang signifikan dengan platform luar negeri akan mendorong konsentrasi aktivitas perdagangan ke bursa lokal. Menurut dia, dengan skema PPh final yang tetap dikenakan saat penjualan, baik dalam kondisi untung maupun rugi, ada kemungkinan sebagian investor akan lebih berhati-hati dalam melakukan transaksi.

Dampak terhadap Industri dan Pelaku Pasar

INDODAX merespon, melalui Chairman Oscar Darmawan, menyambut positif kebijakan ini sebagai bentuk pengakuan terhadap industri kripto sebagai bagian dari ekosistem keuangan nasional. Penetapan PPN 0% dinilai sebagai langkah progresif yang menempatkan aset kripto sejajar dengan produk keuangan lainnya.

Platform Ajaib Kripto telah mengantisipasi perubahan ini dengan menyesuaikan struktur biaya, menerapkan PPh pasal 22 0,21% untuk transaksi jual dan biaya Self Regulatory Organization (SRO) 0,0222% untuk transaksi beli dan jual.

Tokocrypto mengidentifikasi beberapa tantangan potensial dalam implementasi aturan baru. Pertama, penurunan Volume Transaksi Jangka Pendek. Sistem PPh final yang dikenakan baik saat untung maupun rugi dapat menekan aktivitas trading, terutama saat kondisi pasar tidak stabil. Kedua, masa transisi. Diperlukan penyesuaian sistem dan edukasi kepada pengguna mengenai perubahan struktur pajak. Ketiga, ketidakadilan sistem. PPh final dinilai kurang adil dibandingkan capital gains tax yang hanya berlaku saat investor memperoleh keuntungan.

Perlu diketahui, posisi kompetitif Indonesia di kancah global. Meskipun mengalami penyesuaian, tarif pajak kripto Indonesia tetap kompetitif secara global. Perbandingan dengan negara lain menunjukkan jika Amerika Serikat, 10-37% (capital gains tax). Untuk negara Jepang: 5-55% (pajak progresif), Australia, mencapai 15-45% (capital gains tax), Belgia mencapai 33% (capital gains) dan Indonesia mencapai 0,21% (PPh final).

Oscar Darmawan dari INDODAX menekankan bahwa Indonesia menjadi satu-satunya negara yang menerapkan sistem pajak final untuk kripto, serupa dengan mekanisme perpajakan pasar saham.

Sementara itu, Thailand bahkan telah mengambil langkah lebih progresif dengan membebaskan pajak penghasilan pribadi atas transaksi kripto lokal hingga 2029. Hal ini menunjukkan tren global menuju kebijakan fiskal yang lebih suportif terhadap industri kripto.

Tren Penerimaan Pajak Kripto

Data Direktorat Jenderal Pajak menunjukkan perkembangan penerimaan pajak kripto yang fluktuatif namun menunjukkan tren positif jangka panjang. Tahun 2022, mencapai Rp 246,45 miliar. Pada 2023, Rp 220,83 miliar (turun), sedangkan untuk 2024 mencapai Rp 620,4 miliar (naik signifikan), dan pada Q1 2025, mencapai Rp 115,1 miliar.

Total akumulatif penerimaan pajak kripto hingga Maret 2025 mencapai Rp 1,2 triliun. Bimo Wijayanto memproyeksikan potensi penerimaan tahunan sekitar Rp 500-600 miliar.

Jika dilihat dari sudut pandang kontribusi platform domestik. INDODAX sebagai platform terbesar menyumbang hampir 39% dari total penerimaan pajak kripto, dengan kontribusi Rp 463,2 miliar selama periode 2023 hingga Maret 2025.

Pertumbuhan Eksponensial Industri Kripto

Industri kripto Indonesia mencatatkan pertumbuhan spektakuler pada 2024. Jumlah investor, 22,9 juta (menuju proyeksi 28,65 juta pada akhir 2025) dengan nilai transaksi mencapai Rp 650,61 triliun (naik 335,9% dari 2023). Lalu untuk peringkat adopsi global ke-3 dunia, ungguli Amerika Serikat.

Robby dari Asosiasi Blockchain & Pedagang Aset Kripto Indonesia (A-B-I & Aspakrindo) menilai penerapan pajak memiliki dampak positif karena menciptakan transparansi dan mendukung keberlanjutan industri. Namun, tarif yang terlalu tinggi dapat menjadi penghambat pertumbuhan volume transaksi.

Jika dilihat dari sudut pandang keseimbangan regulasi dan inovasi. PMK 50/2025 mencerminkan upaya pemerintah menyeimbangkan antara, kepastian hukum. Memberikan kejelasan status aset kripto sebagai instrumen keuangan. Kemudian penerimaan negara. Optimalisasi pajak dari sektor yang berkembang pesat. Lalu, daya saing industri. Mempertahankan tarif yang kompetitif secara global. Selanjutnya adalah perlindungan investor. Mendorong transaksi melalui platform legal dan teregulasi.

Tantangan dan Prospek ke Depan

Calvin Kizana mengusulkan beberapa perbaikan untuk kebijakan masa depan, pertama transisi ke Capital Gains Tax. Sistem yang lebih adil dengan hanya mengenakan pajak saat ada keuntungan. Kedua, penguatan pengawasan platform luar negeri. Menciptakan level playing field yang adil. Ketiga, masa transisi yang memadai. Memberikan waktu adaptasi bagi pelaku industri.

Meskipun menghadapi tantangan jangka pendek, regulasi baru diprediksi akan memberikan dampak positif jangka panjang melalui kepercayaan institusional. Status legal yang jelas menarik investor institusional. Kedua, ekosistem Domestik yang Kuat*: Konsentrasi aktivitas di platform lokal. Ketiga, inovasi berkelanjutan, kepastian regulasi mendorong pengembangan produk baru.

Untuk memaksimalkan potensi industri kripto, diperlukan, dialog berkelanjutan. Komunikasi rutin antara regulator dan pelaku industri. Kemudian, evaluasi berkala. Penyesuaian kebijakan berdasarkan perkembangan pasar. Lalu, edukasi publik. Peningkatan literasi kripto untuk adopsi yang lebih luas. Kemudian yang terakhir adalah harmonisasi regional yang dapat dilakukan dengan cara koordinasi dengan negara ASEAN untuk daya saing regional.

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

Most Popular

Recent Comments