GIIAS 2025 menunjukkan pergeseran yang signifikan menuju elektrifikasi dan teknologi mesin pembakaran internal (ICE) yang canggih, namun produsen mobil Indonesia menghadapi tantangan berat akibat melemahnya daya beli konsumen dan meningkatnya pajak. Solusi strategis, dengan memanfaatkan insentif fiskal untuk adopsi Electric Vehicle (EV), mengoptimalkan lini produk, dan meningkatkan pembiayaan serta proposisi nilai, dapat memitigasi tantangan ini dan mempertahankan pertumbuhan industri.
Saat ini bebarapa pabrikan sudah mulai mengembangkan lintasan inovasi ganda, kendaraan bermotor listrik (ICE) dan kendaraan listrik. Terobosan produsen ICE, Toyota meluncurkan dua model elektrifikasi—termasuk GR Hybrid EV dan FCEV pertamanya—menegaskan investasi berkelanjutan dalam sistem penggerak multi-jalur untuk menyeimbangkan performa dan pengurangan emisi. Selain tiu, Geely juga meluncurkan tiga model elektrifikasi pintar dengan konsep “Geely Universe”, yang menekankan efisiensi hibrida (mesin PHEV dengan efisiensi termal 46,5%) dan bantuan berkendara cerdas seperti kendali jelajah adaptif dan bantuan tetap jalur.
Kemajuan kendaraan listrik, lebih dari 60 merek global menyoroti inovasi EV, dengan BYD, Chery, GAC Aion, Jetour dan VinFast (VF 7 Eco/Plus) memamerkan kimia baterai generasi mendatang dan solusi pengisian daya ultra-cepat—memperkuat peran Indonesia sebagai pasar EV yang strategis. Mobil listrik murah di bawah Rp 365 juta, seperti Wuling Air EV Lite (17,3 kWh, jangkauan sekitar 200 km) dan VinFast VF 3 (18,6 kWh, jangkauan sekitar 210 km), menyasar konsumen perkotaan. Untuk industri pendukung, yang diikuti oleh lebih dari 120 merek menghadirkan komponen canggih, infrastruktur pengisian daya cepat, dan sistem mobilitas pintar untuk melengkapi ekosistem kendaraan listrik.
Sementara itu, ada beberapa tantangan utama dalam lanskap otomotif Indonesia. Diantaranya, daya beli yang menurun. Penjualan mobil anjlok 15,1% YoY di bulan Mei menjadi 60.613 unit, membalikkan kenaikan sebelumnya karena anggaran konsumen yang semakin ketat. Pengiriman grosir pada semester pertama 2025 turun 8,6% menjadi 374.740 unit, dengan penjualan ritel turun 9,7% di tengah tekanan ekonomi yang terus berlanjut.
Tantangan berikutnya adalah tekanan perpajakan. Kenaikan PPN pada Januari 2025 dari 11% menjadi 12% untuk kendaraan mewah meningkatkan harga umum, meskipun insentif yang ditargetkan bertujuan untuk melindungi beberapa segmen. Kendaraan hibrida menerima diskon PPnBM 3% jika merujuk pada kesesuai tingkat komponen dalam negeri (TKDN). Kendaraan listrik Completely Knocked Down (CKD) mendapatkan keringanan PPN sebagian, impor kendaraan listrik CBU mendapatkan PPnBM nol. Pajak tambahan regional, seperti opsen pajak kendaraan bermotor, berisiko menyebabkan pengurangan produksi dan pemutusan hubungan kerja, dengan potensi PHK yang membayangi tanpa adanya keringanan lebih lanjut.
Jika dilihat dari beberapa catatan yang terhimpun, ada beberapa solusi strategis untuk mempertahankan pertumbuhan sektor otomotif. Salah satunya adalah dengan memaksimalkan insentif fiskal untuk adopsi kendaraan listrik. Langkah yang dapat diambil adalah penetapan harga berjenjang. Mempromosikan kendaraan listrik harga rendah atau kurang dari Rp 365 juta melalui perluasan persyaratan kandungan lokal agar memenuhi syarat PPN 1% dan PPnBM 0%—memperluas keterjangkauan.
Langkah berikutnya adalah komunikasi insentif. Meluncurkan kampanye konsumen yang mengklarifikasi keunggulan total biaya kepemilikan, contohnya dengan melakukan penghematan bahan bakar, perawatan yang lebih rendah, subsidi untuk meningkatkan kepercayaan. Lalu, diversifikasi portofolio produk dan opsi pembiayaan. Multi-Jalur ICE-EV dengan cara mempertahankan penawaran ICE dan hibrida untuk pembeli dengan anggaran terbatas sambil mempercepat jajaran kendaraan listrik untuk pengguna awal.
Langkah berikutnya adalah pembiayaan yang menarik. Bermitra dengan lembaga keuangan untuk menawarkan pinjaman berbunga rendah, tenor yang diperpanjang, dan skema leasing, yang mengurangi hambatan biaya di muka. Strategi yang bisa dilakukan adalah model berlangganan. Memperkenalkan program mobil sebagai layanan yang menggabungkan asuransi, perawatan, dan kredit pengisian daya untuk menarik demografi yang lebih muda dan perkotaan.
Memperkuat ekosistem dealer dan layanan purnajual. Optimalisasi inventaris, gunakan peramalan berbasis data untuk menyelaraskan stok dengan permintaan, menghindari kelebihan stok dan koridor diskon yang mengikis margin. Layanan bernilai tambah, Perluas jaringan layanan untuk platform ICE, hibrida, dan EV—termasuk layanan seluler dan pemantauan kesehatan baterai—untuk meningkatkan loyalitas pelanggan.
Kolaborasi kebijakan dan industri, dengan melakukan advokasi kepastian regulasi. Berkolaborasi dengan pemerintah pusat dan provinsi untuk menstabilkan kebijakan opsen, memastikan kejelasan hukum untuk investasi dalam produksi dan perencanaan tenaga kerja. Kemudian dengan melakukan investasi infrastruktur, dengan bersama-sama mendanai koridor pengisian daya cepat dan stasiun pengisian daya umum, mengurangi kekhawatiran akan jangkauan dan membuka adopsi EV yang lebih luas.
Dapat disimpulkan, jika dengan mengintegrasikan inovasi secara mulus di seluruh mesin pembakaran internal (ICE) dan mesin listrik dengan strategi komersial yang adaptif, dengan memanfaatkan insentif fiskal, diversifikasi penawaran, dan penguatan pembiayaan—produsen mobil Indonesia dapat menavigasi daya beli yang lemah dan tekanan pajak untuk mewujudkan visi “Memberdayakan Masa Depan” GIIAS 2025.


